Bujurnews.com, Sangatta – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim melalui Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Inisiatif Dewan tentang Ketenagakerjaan melakukan hearing bersama Disnakertrans Kutai Timur (Kutim), Selasa (26/10/2021).
Ketua Pansus Ketenagakerjaan Basti Sanggalangi mengatakan sangat berharap perda ketenagakerjaan yang digodoknya itu sudah masuk ke tahap 90 persen. Ia pun menargetkan finalisasi perda tersebut harus selesai dalam waktu satu bulan kedepan.
Pasalnya, keberadaan Raperda Ketenagakerjaan tersebut dinilai sangat urgent. Terlebih beberapa perusahaan besar yang mulai beroperasi di Kutim dan sistem penerimaan tenaga kerjanya harus lebih mengutamakan tenaga kerja lokal.
“Jangan sampai lagi nanti sistem penerimaan tenaga kerja orang luar yang diutamakan. Sementara kerja lokal kita yang ada di sini menjadi penonton. Sehingga perda ini dikebut
selesai dalam satu bulan agar tenaga lokal bisa dilindungi,” ucap Basti Sanggalangi, ditemui usai rapat pansus, Selasa (26/10/2021).
Dijelaskannya, mengapa pihaknya membuat Raperda Ketenagakerjaan tersebut, dikarenakan selama ini ada ratusan perusahaan, baik yang bergerak di pertambangan batu bara maupun perkebunan, selalu ada konfilik yang muncul antara pekerja dan pengusaha. Untuk itu, pihaknya berinisiatif membuat raperda tersebut dengan harapan masalah ketenagakerjaan tidak ada lagi di Kabupaten Kutai Timur di kemudian hari.
“Dengan adanya raperda ini, nantinya akan kita sosialisasikan ke pengusaha, hingga ke para pekerja. Agar hal ini bisa menjadi tolak ukur peraturan yang ada di Kutim. Jangan sampai lagi nanti ada muncul pendapat yang lain. Padahal sebelumnya sudah diatur dalam Perda yang tidak bertentangan dengan UU Cipta Kerja atau Omnibuslaw,” jelasnya.
Karena itu, pihaknya berharap agar raperda bisa berjalan lancar dan apa yang diinginkan sejumlah serikat pekerja maupun pengusaha, tidak menjadi persoalan.
“Poin-poin raperda ini nantinya adalah bagaimana agar sistem rekrutmen tenaga kerja jika memungkinkan dan tidak melanggar UU di atasnya. Paling tidak 80 persen tenaga kerja lokal (Kutim), dan 20 persen dari luar,” imbuhnya.
Selain itu, setiap perusahaan baik yang bergerak di pertambangan batu bara dan perkebunan harus memiliki kantor di Kutim (Sangatta).
“Kalau mereka datang berinvestasi di Kutim, paling tidak mereka wajib punya kantor. Sehingga lebih memudahkan komunikasi baik dengan pemerintah maupun dengan para pekerjanya,” bebernya.
Lebih lanjut, dalam raperda tersebut nantinya bagaimana agar seluruh sistem penerimaan tenaga kerja melalui Dinas Tenaga Kerja.
“Karena itu tupoksi mereka, seperti proses lamaran kerja harus melalui Disnaker secara administrasi, setelah itu barulah dikirim ke perusahaan, sehingga Disnaker juga punya database,” tutupnya. (kei/hdd)