Bujurnews – Sekretaris Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Titik Suhariyati, turut menanggapi kasus dugaan kekerasan ayah terhadap anak kandung di Kabupaten Kutai Timur.
Baru-baru ini pihaknya berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kutai Timur. Hasil koordinasi itu diketahui bahwa terdapat sedikit miss saat dilakukan penanganan kasus.
Ia juga menyoroti langkah LPAI Kutai Timur saat mengurus kasus tersebut. Menurutnya, setelah mengetahui dugaan tindakan kekerasan ayah kandung kepada korban. Maka seharusnya masalah itu segera dilaporkan ke aparat penegak hukum (APH).
“Memang keterlambatan LPAI mungkin disitu lebih kepada tidak segera melapor,” ujarnya.
Berdasarkan informasi yang ia peroleh terdapat foto yang menunjukkan memar pada tubuh korban karena dugaan kekerasan. Namun mengenai asal muasal gambar yang bisa dijadikan alat bukti itu, ia belum bisa memastikan persisnya. Apakah diperoleh sebelum maupun sesudah korban meninggal dunia.
“Saya tadi ngga sempat nanya, ya, itu mungkin kesalahan fatalnya gitu,” ungkapnya.
Di samping hal tersebut, sambungnya, keterlibatan LPAI menangani sebuah kasus juga memerlukan persetujuan dari pihak yang mengasuh. Sehingga pada kasus tersebut tidak serta merta langsung menempuh tindakan preventif atau upaya tertentu tanpa disertai kemauan orang tua korban.
Orang nomor dua pada organisasi pegiat perlindungan anak itu pun telah memberikan saran kepada LPAI Kutai Timur untuk meminta APH agar melakukan tindakan autopsi. Tujuannya selain untuk mengumpulkan informasi penting juga buat memeriksa hingga membuktikan fakta penyebab kematian korban.
“Saya sudah menyarankan ke teman-teman LPAI (Kutai Timur) minta autopsi itu paling akurat sudah. Biar ngga jadi pertanyaan semua pihak gitu, lho. Keluarga nutupi yang katanya cepat-cepat dikubur, tetangga ngga dibilangi, nah, itu kan juga dugaan,” imbuhnya.
Menurut Sekretaris Umum LPAI itu, pergantian pola asuh anak, hidup dalam tekanan ditambah lagi praktik relasi kuasa antara orang tua dan anak. Adalah sederet musabab yang sangat memicu sekaligus memengaruhi tindakan kekerasan dilakukan.
“Tinggal dengan bapaknya yang penuh dengan tekanan dan aturan itu, ‘kan, ngga mudah gitu, lho. Karena dia sudah dalam posisi peralihan, ya, 12 tahun itu sudah terbentuk karakternya jadi ngga mudah dia menyesuaikan tiba-tiba. Apalagi ditambah bapaknya yang temperamen,” ujarnya.
Sebelumnya, LPAI Pusat melalui Titik Suhariyati menyampaikan empat pernyataan terkait kasus tersebut. Pertama, LPAI Pusat mendukung pendampingan yang telah dilakukan LPAI Kutim, kedua pihaknya meminta kepolisian melakukan autopsi.
Apabila bukti-bukti dianggap kurang untuk mengungkap kasus tersebut, dengan kata lain tidak ada yang ditutup-tutupi. Termasuk dugaan kekerasan yang dilakukan ayah kandungnya. Ketiga, LPAI Kutai Timur tetap mendampingi keluarga korban karena diduga terdapat adik korban mengalami hal serupa. Dan berkoordinasi dengan pihak sekolah swasta tersebut
“(Keempat) LPAI berharap sosialisasi dan advokasi kekerasan anak terus dilakukan oleh LPAI Kutim dan pihak manapun yang concern dengan isu anak di Kabupaten Kutai Timur. Agar tidak terjadi korban-korban selanjutnya,” harapnya.
Media telah meminta penjelasan ke salah satu pengurus LPAI Kutai Timur via pesan Whatsapp pada Sabtu (29/4/2023), pukul 16.55 Wita mengenai tanggapan Sekretaris Umum LPAI terhadap kasus tersebut. Namun hingga berita ini ditayangkan belum ada konfirmasi yang diperoleh. (bjn-02)