Bujurnews — Ketua Forum Pemuda Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Alim Bahri, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melayangkan surat kepada Polres Kutim dan Kejaksaan Negeri Kutim sejak Mei lalu, meminta bimbingan dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di Kutim.
Pernyataan ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di ruang rapat DPRD Kutim yang dipimpin langsung Ketua DPRD Kutim, Jimmy, didampingi Wakil Ketua II DPRD Kutim, Prayunita Utami, serta anggota DPRD lainnya, termasuk Faizal Rachman, Kajang Lahan, dan Yulianus Palangiran. Yang berlangsung di Ruang Hearing, Kantor DPRD Kutim, Senin (28/10/2024).
Alim juga menyoroti isu terkait praktik jual beli proyek barang dan jasa di Kutim yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutim. Dasar tindakan ini merujuk pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) tahun 2020, yang saat itu menjerat Bupati dan Ketua DPRD Kutim oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lebih lanjut, Alim mengatakan bahwa pihaknya juga telah menyampaikan pemberitahuan kepada Polres Kutim terkait pemberitaan mengenai 22 anggota DPRD Kutim yang mempertanyakan jatah pokok-pokok pikiran (Pokir) mereka.
Menurutnya, setiap anggota DPRD Kutim mendapatkan jatah Rp10 miliar, dengan total Rp220 miliar. Alim Bahri bertanya-tanya apakah anggaran tersebut bersifat usulan ataukah memang anggaran yang melekat pada setiap anggota DPRD.
“Saya khawatir, dengan adanya persoalan jatah-jatah ini akan menghilangkan fungsi dewan. Sehingga berakibat APBD kita,” ucap Alim.
Ia mengkritik praktik ini, mengingat anggaran APBD perubahan Kutim tahun 2024 yang mencapai Rp14 triliun. Jika benar ada pemotongan sebesar 10 persen, maka banyak dana yang hilang dari kas daerah.
“Itu baru di DPRD yang ada bocoran terkait 10 persen. Bagaimana kalau di SKPD sendiri juga ada potongan 10 persen. Tapi itu yang 10 persen berdasarkan informasi, sudah hilang, tapi menjadi 12 persen. Tapi apakah itu benar atau tidak, kami tidak mampu menjelaskan itu,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Fraksi Gelora, Amanat Perjuangan (GAP) DPRD Kutim, Faizal Rachman, menjelaskan bahwa Pokir bukanlah alokasi anggaran, melainkan daftar masalah dan kebutuhan masyarakat yang muncul dari reses anggota DPRD. Faizal menegaskan, semua usulan ini diinput ke dalam Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) tanpa menyebutkan nilai atau anggaran dan usulan Pokir ini nantinya akan diverifikasi dan dilimpahkan kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang relevan untuk penetapan anggaran.
“Makanya saya bilang, terkait Rp 10 miliar jatah itu, saya selalu bilang kalau saya ditanya berapa pokir saya, jawabannya adalah 14 pokir, bukan nilai anggaran,” ucap Faizal.
Menurutnya, mekanisme SIPD di DPRD Kutim melibatkan beberapa tahapan, mulai dari penginputan oleh anggota DPRD, verifikasi oleh Sekretariat DPRD, hingga pembahasan anggaran bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Faizal mengklarifikasi bahwa proses ini bertujuan untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam setiap usulan Pokir yang masuk.
Diberitakan sebelumnya, dugaan hilangnya alokasi pokok pikiran (Pokir) 22 mantan anggota DPRD Kutai Timur (Kutim) periode 2019-2024 di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2024 menjadi isu hangat yang mencuat.
Sebab, ada saling lempar tanggung jawab antara pimpinan DPRD lama dan baru terkait penghapusan dana yang dialokasikan untuk pokir tersebut. (adl/ja/ape)