Bujurnews, Samarinda – Wacana pemerintah untuk menghapus sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak, termasuk Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahroni Pasie.
Sistem zonasi yang diterapkan sejak 2017 bertujuan untuk mengatur penerimaan siswa berdasarkan jarak tempat tinggal ke sekolah. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong pemerataan pendidikan, mengurangi disparitas antara sekolah favorit dan non-favorit, serta memastikan siswa bersekolah di tempat yang dekat dengan rumah mereka. Namun, pelaksanaan sistem ini di Samarinda dinilai menghadapi berbagai kendala yang menyebabkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat.
Menurut Novan, tantangan utama dari sistem zonasi di Samarinda adalah keterbatasan infrastruktur pendidikan dan kondisi geografis yang unik. “Di beberapa wilayah, terutama yang jauh dari zona sekolah, masyarakat menghadapi kesulitan dalam mengakses pendidikan,” ungkapnya.
Sebagai contoh, di Kecamatan Samarinda Ulu, yang meliputi Kelurahan Air Putih, Teluk Lerong, dan Kampung Jawa, banyak siswa kesulitan mendapatkan tempat di sekolah terdekat karena jaraknya yang jauh. Hal ini diperparah oleh minimnya jumlah sekolah di beberapa zona padat penduduk. Sehingga banyak anak yang harus bersaing ketat untuk diterima di sekolah tertentu.
“Di zona Jalan Pangeran Antasari pun, jika ingin masuk ke SMPN 4 dan SMPN 5, ada kesulitan. Belum lagi kecamatan-kecamatan lain,” ujarnya, menekankan bahwa masalah ini tidak hanya terjadi di Samarinda Ulu tetapi juga di wilayah lain dengan kondisi serupa.
.
Ia menambahkan, Samarinda sebagai ibu kota Kalimantan Timur memiliki wilayah yang luas dan beragam, dengan beberapa daerah yang jauh dari pusat kota. Hal ini menyebabkan tantangan tersendiri bagi siswa yang tinggal di daerah pinggiran untuk mengakses pendidikan. Apalagi jika jumlah sekolah tidak merata di setiap wilayah.
Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah peserta didik aktif di Kota Samarinda mencapai 199.756 siswa, tersebar di berbagai jenjang pendidikan. Jumlah ini mencakup 90.681 siswa di tingkat SD/sederajat, 41.394 siswa di tingkat SMP/sederajat, 21.109 siswa di tingkat SMA/sederajat, dan 23.430 siswa di tingkat SMK/sederajat.
Selain itu, daya tampung untuk PPDB Tahun 2023/2024 jenjang SMA/SMK di Kota Samarinda mencapai 10.683 peserta didik.
Meski demikian, Novan menilai bahwa jika pemerintah pusat serius untuk menghapus sistem zonasi dan kembali ke sistem seleksi berbasis nilai atau prestasi, maka diperlukan kajian mendalam. “Jika kita kembali ke sistem seleksi, kita harus memikirkan kembali bagaimana memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal, terutama dari daerah yang sulit dijangkau,” tandasnya.
Ia menekankan pentingnya solusi konkret untuk memastikan perubahan sistem ini tidak justru memperburuk ketimpangan akses pendidikan. “Perubahan sistem harus dapat mengatasi kesulitan yang dialami oleh masyarakat di daerah-daerah terpencil dan memastikan setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan yang layak,” tegasnya.
Kondisi murid di Samarinda yang beragam juga menjadi tantangan tersendiri. Banyak siswa dari daerah pinggiran menghadapi hambatan, baik berupa jarak yang jauh, keterbatasan transportasi, maupun jumlah sekolah yang tidak mencukupi. Sementara itu di daerah pusat kota, sekolah-sekolah favorit seringkali mengalami kelebihan kapasitas, membuat sistem zonasi yang ada saat ini tidak berjalan optimal. (ape/yd)