Pramono Anung Larang ASN di Jakarta Berpoligami, Ancam Sanksi Pemecatan

Bujurnews.com – Gubernur Jakarta terpilih periode 2024-2029, Pramono Anung, menegaskan bahwa aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di lingkungan Pemprov DKI Jakarta tidak diperbolehkan berpoligami selama masa kepemimpinannya. Pernyataan ini disampaikan usai dirinya menerima gelar kehormatan “Abang” serta pin kuku macan dari Majelis Kaum Betawi di Pondok Pesantren Putra Al Hamid Putra, Cilangkap, Jakarta Timur, pada Sabtu (1/2/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Pramono menyatakan secara terbuka bahwa dirinya adalah penganut monogami dan menghendaki kebijakan serupa diterapkan bagi para ASN di Jakarta. “Saya sampaikan terbuka, belum jadi gubernur saja sudah menyampaikan terbuka, saya penganut monogami. Yang lain monggo berpoligami, tetapi tidak ASN,” ujarnya, dikutip dari Antara.
Pramono memperingatkan bahwa ASN yang melanggar ketentuan ini bisa menghadapi sanksi berat, termasuk pemecatan. Kebijakan ini juga berlaku bagi Wakil Gubernur Jakarta terpilih, Rano Karno, yang dikenal sebagai “Bang Doel”.
Kebijakan ini sejalan dengan Pergub Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur tata cara pemberian izin perkawinan dan perceraian bagi ASN di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Dalam aturan tersebut, seorang ASN pria yang ingin memiliki lebih dari satu istri harus mendapatkan izin dari pejabat berwenang dan melalui serangkaian pertimbangan administratif.
Langkah Pramono ini memicu berbagai reaksi di masyarakat. Sebagian mendukung kebijakan tersebut sebagai bentuk ketegasan dalam menjaga profesionalisme ASN, sementara yang lain menilai hal ini sebagai pembatasan terhadap hak individu. Namun, Pramono menegaskan bahwa aturan ini bertujuan untuk memastikan stabilitas dan etika di lingkungan birokrasi Pemprov DKI Jakarta.
Dengan adanya kebijakan ini, Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Pramono Anung berkomitmen untuk menjaga disiplin ASN serta menegakkan peraturan yang sudah ditetapkan. Hal ini juga menandai awal dari kebijakan-kebijakan reformasi birokrasi yang akan diterapkan selama masa jabatannya sebagai gubernur. (*)