Opini

Perubahan Wajah Ormas : Antara Representasi Rakyat dan Alat Kekuasaan Baru

Penulis : Jumansyah, M.I.Pol.

(Dosen S1 Ilmu Pemerintahan, FISIP-Universitas Mulawarman)

Bujurnews.com, Samarinda – Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) selama ini dikenal sebagai wadah partisipasi warga dalam kehidupan demokrasi. Ormas berfungsi sebagai jembatan antara kepentingan masyarakat dan para pengambil kebijakan publik. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, peran tersebut tampaknya mengalami pergeseran. Ormas yang dulunya berakar pada aspirasi masyarakat, kini menunjukkan kecenderungan menjadi alat kekuatan tertentu—bahkan menjalankan fungsi layaknya instrumen politik kekuasaan.

Salah satu gejala pergeseran ini adalah meningkatnya keterlibatan Ormas yang dinilai bermasalah dan mengganggu keamanan, ketertiban umum, serta iklim investasi dan dunia usaha. Hal ini menimbulkan pertanyaan: sejauh mana kepentingan warga masih menjadi prioritas utama dalam agenda Ormas?

Fenomena lain yang tak kalah mengkhawatirkan adalah munculnya Ormas yang mengklaim sebagai representasi suara mayoritas, namun dalam praktiknya justru memperuncing ketegangan sosial. Isu-isu sensitif kerap diangkat dengan cara yang mempromosikan eksklusivitas, memecah belah komunitas, dan bahkan mengorbankan kelompok-kelompok tertentu. Ketika narasi yang dibangun hanya menguntungkan satu pihak, maka peran Ormas berubah dari perekat kebhinekaan menjadi pemicu disintegrasi sosial.

Di sejumlah daerah, termasuk Kabupaten Kutai Kartanegara, praktik intimidatif dan penguasaan ruang publik secara sepihak oleh Ormas tertentu mendorong pemerintah daerah membentuk Satuan Tugas Anti-Premanisme dan Ormas Bermasalah (kukarkab.go.id, 2025). Ini menunjukkan bahwa kehadiran Ormas tidak selalu identik dengan ketertiban sosial.

Secara konseptual, teori Discursive Institutionalism yang dikembangkan Vivien Schmidt (2010) dapat digunakan untuk memahami pergeseran ini. Teori ini menekankan pentingnya narasi dan ide dalam membentuk lembaga dan kebijakan. Dalam konteks Ormas, mereka juga merupakan arena produksi dan penyebaran wacana tentang siapa yang berhak atas kekuasaan, serta bagaimana kebijakan seharusnya dijalankan.

Jika wacana yang dibangun dalam tubuh Ormas bergeser dari kepentingan publik ke arah agenda elite tertentu, maka Ormas kehilangan legitimasi sebagai institusi rakyat. Reorientasi peran Ormas menjadi penting agar mereka kembali berfungsi sebagai mitra demokrasi yang sehat. Ini dapat dilakukan melalui penguatan etika kelembagaan, pembatasan keterlibatan dalam politik praktis, dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam menilai serta mengawasi kerja-kerja Ormas.

Tanpa upaya tersebut, Ormas berisiko menjadi alat dalam perebutan kekuasaan, bukan lagi suara rakyat sejati. (*)

*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi bujurnews.com

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button