
Bujurnews, Samarinda — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menyatakan komitmennya untuk mengakomodasi tuntutan dan aspirasi ratusan driver ojek online, baik roda dua maupun roda empat, yang menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada Samarinda, Selasa (20/5/2025).
Aksi ini merupakan bagian dari gerakan nasional “Aksi 205” yang diikuti oleh sekitar 10.000 driver di Kalimantan Timur, termasuk sekitar 500 driver yang berasal dari Samarinda.
Wakil Gubernur Kaltim, H. Seno Aji, secara langsung menerima perwakilan massa aksi dan menyampaikan bahwa Pemprov Kaltim memandang keberadaan ojek online sebagai bagian penting dari roda perekonomian daerah.
“Driver online merupakan urat nadi perekonomian Kaltim. Karena itu, aspirasi mereka tentu kami terima dan siap tindak lanjuti. Pemerintah telah menetapkan kebijakan melalui peraturan gubernur sebelumnya, yang menjadi acuan bagi aplikator yang beroperasi di wilayah ini,” ujar Seno Aji.
Ia menegaskan bahwa selama belum ada pencabutan, keputusan tersebut masih bersifat mengikat. Pemprov juga mendukung tuntutan driver agar program promo yang diterapkan aplikator tidak sampai merugikan pendapatan mereka.
“Apa yang disepakati antara aplikator, perwakilan driver, dan pemerintah daerah harus menjadi rujukan bersama. Kami berharap, kebijakan tarif yang ada tidak membebani masyarakat luas,” tambahnya.
Dalam aksi damai tersebut, para driver menyuarakan berbagai keluhan dan tuntutan yang selama ini mereka hadapi dalam menjalankan profesi. Mereka menuntut penetapan tarif bersih yang adil dan berpihak pada pengemudi, karena skema tarif saat ini dinilai belum mencerminkan upah yang layak.
Mereka juga menolak keras program-program promo dari aplikator yang justru berimbas pada penurunan pendapatan. Para driver menganggap skema diskon yang dibebankan ke mitra pengemudi sebagai bentuk ketidakadilan sistemik. Selain itu, pemotongan komisi yang tinggi dari aplikator menjadi keluhan utama. Mereka mendesak agar potongan tersebut diturunkan maksimal hingga 10 persen.
Tidak hanya itu, driver online menolak berbagai skema algoritma prioritas seperti GrabBike Hemat, slot, dan fitur serupa lainnya yang dianggap menciptakan diskriminasi di antara sesama mitra. Mereka juga meminta agar sistem suspend dan pemutusan mitra secara sepihak dihentikan, serta diganti dengan mekanisme penyelesaian sengketa yang adil dan transparan.
Isu lain yang mencuat adalah kekhawatiran terhadap rencana merger aplikator, yang dinilai berpotensi menciptakan monopoli pasar dan merugikan pengemudi. Mereka menuntut perlindungan hukum serta kondisi kerja yang lebih manusiawi, termasuk jaminan sosial dan kepastian pendapatan yang layak bagi para driver.
Sebagai bentuk dukungan konkret, Pemprov Kaltim melalui Dinas Perhubungan akan menyusun surat resmi kepada Kementerian Perhubungan. Tujuannya adalah agar ada kejelasan regulasi di tingkat nasional, sehingga aplikator dapat tunduk pada aturan yang berlaku di Indonesia.
“Pemprov meminta aplikator tidak mengabaikan keputusan yang telah ditetapkan. Untuk itu, surat keputusan gubernur akan segera diterbitkan sebagai permohonan kepada Menteri Perhubungan agar dapat memperkuat dasar hukum dan perlindungan bagi para driver online,” tutup Wagub. (ape/ja)