
Bujurnews, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa Indonesia tidak lagi dikenakan tarif impor tinggi dari Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya direncanakan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025. Hal ini terjadi setelah tercapainya kesepakatan dagang baru antara kedua negara, menggantikan kebijakan tarif resiprokal yang sebelumnya diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump.
“Indonesia adalah negara yang sudah melakukan deal dengan Amerika Serikat. Jadi, terhadap negara seperti Inggris, Vietnam, China, dan Indonesia, tarif yang direncanakan berlaku per 1 Agustus itu sudah tidak berlaku lagi,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (21/7), usai sosialisasi kebijakan tarif bersama asosiasi pengusaha.
Sebelumnya, Pemerintah AS mengancam akan menerapkan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap seluruh produk asal Indonesia. Namun, hasil perundingan terbaru menurunkan besaran tarif menjadi 19 persen, dengan disepakatinya sejumlah komitmen dagang strategis.
Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia menyetujui sejumlah komitmen pembelian produk dari AS, meliputi:
• Energi senilai 15 miliar dolar AS
• Produk pertanian sebesar 4,5 miliar dolar AS
• 50 unit pesawat Boeing, mayoritas model Boeing 777
Menurut Airlangga, pelaksanaan dari kesepakatan ini masih menunggu pengumuman resmi dalam bentuk joint statement antara kedua negara. “Bisa lebih cepat atau lebih lama, tetapi yang tetap berlaku adalah tarif dasar sebesar 10 persen yang memang dikenakan untuk seluruh mitra dagang AS,” katanya.
Secara terpisah, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan bahwa pemerintah Indonesia masih terus melanjutkan negosiasi untuk menurunkan tarif impor pada komoditas unggulan nasional. Pemerintah menargetkan agar beberapa produk strategis bisa mendapatkan perlakuan tarif 0 persen.
“Kemarin Bapak Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa tarif resiprokal dari Trump sudah final di angka 19 persen. Tapi masih ada ruang negosiasi, khususnya untuk komoditas kita yang sangat dibutuhkan oleh AS dan tidak bisa diproduksi di sana,” ujar Susiwijono.
Komoditas yang tengah diperjuangkan untuk mendapat tarif 0 persen antara lain, Minyak sawit mentah (CPO), Kopi, Kakao, Nikel.
Ia menyebutkan bahwa daftar komoditas yang dinegosiasikan cukup panjang, dan seluruhnya memiliki daya saing tinggi serta nilai strategis dalam perdagangan internasional.
Kesepakatan dagang baru ini diharapkan mampu menjaga stabilitas ekspor Indonesia ke pasar AS serta memberikan kepastian bagi pelaku industri nasional di tengah dinamika kebijakan perdagangan global.
(Ly/Ja)