
Bujurnews, Jakarta – Pakar kesehatan Prof. Tjandra Yoga Aditama menilai perlu dilakukan survei dan studi kohort untuk mengevaluasi pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jakarta. Langkah ini, menurutnya, dapat menjadi instrumen penting dalam memastikan efektivitas dan keberlanjutan program.
“Baik kalau di Jakarta dari waktu ke waktu dilakukan survei kepuasan konsumen, baik yang terima MBG, orang tua, guru, dan bahkan penyedianya juga,” kata Tjandra di Jakarta, Minggu (10/8), dikutip dari Antara.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Kantor Regional Asia Tenggara (2018–2020) itu menjelaskan, selain survei, perlu dilakukan studi kohort atau penelitian observasional jangka panjang. Studi ini bertujuan untuk menilai dampak MBG terhadap empat aspek utama: gizi, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.
“Memang studi kohort ini harus beberapa tahun supaya dampaknya tidak bias, tapi proses pengumpulan data dari waktu ke waktu harus dikerjakan dengan cermat sesuai kaidah ilmiah yang sahih,” ujarnya.
Program MBG telah berjalan selama enam bulan per Juli 2025 dan mencakup hampir 7 juta penerima manfaat—melebihi jumlah penduduk Singapura yang sekitar 5,9 juta jiwa. Per awal Agustus 2025, jumlah penerima tercatat mencapai sekitar 8 juta orang.
Tjandra menyoroti bahwa MBG sejalan dengan konsep School Nutrition Package Framework dari World Food Program (WFP) yang mencakup lima kegiatan utama yakni, penyediaan makanan bergizi, literasi tentang gizi, suplementasi, aktivitas fisik, lingkungan dan makanan sekolah yang sehat.
Tjandra menegaskan, keberhasilan MBG sangat bergantung pada jaminan mutu gizi dan keamanan pangan. Jaminan mutu gizi harus mengikuti konsep “Isi Piringku” untuk memastikan keseimbangan nutrisi.
Selain itu, keamanan pangan harus dijaga sejak ketersediaan bahan baku hingga penyajian kepada anak-anak.
Dengan evaluasi yang terukur dan berbasis data, Tjandra berharap MBG dapat terus berkembang menjadi program berkelanjutan yang memberikan manfaat nyata bagi generasi muda.
(Ly/Ja)