
Bujurnews, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk membersihkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari praktik korupsi dan penyalahgunaan kewenangan. Ia menyebut akan melibatkan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengejar oknum internal yang mengambil keuntungan pribadi dari aset negara.
Menurut Prabowo, nilai seluruh aset negara yang dikelola BUMN sangat besar, yakni mencapai 1.000 miliar dolar AS atau sekitar Rp16.679 triliun (kurs Rp16.667 per dolar).
“Ternyata kaget banyak di antara kita tidak menduga kalau kita kumpulin semua aset negara nilainya lebih dari 1.000 miliar dolar AS,” kata Prabowo saat berpidato dalam acara puncak Musyawarah Nasional (Munas) VI Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (29/9/2025).
Namun, Kepala Negara menyayangkan masih banyak birokrat yang menyembunyikan aset serta memanfaatkan posisinya demi keuntungan pribadi. Bahkan, ada yang tetap memberikan bonus untuk diri sendiri meski perusahaan yang dipimpin mengalami kerugian.
“Kadang-kadang, nekat-nekat mereka itu. Diberi kepercayaan negara, dia kira itu perusahaan nenek moyangnya. Perusahaan rugi dia tambah bonus untuk dirinya sendiri, brengsek banget itu. Saya mau kirim Kejaksaan dan KPK untuk ngejar-ngejar itu,” tegas Prabowo.
Prabowo menyampaikan bahwa dirinya memberi waktu dua hingga tiga tahun kepada BUMN untuk berbenah. Ia menargetkan keuntungan BUMN bisa memberikan kontribusi signifikan bagi negara sehingga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa dihindari.
Prabowo mencontohkan, dengan aset sebesar 1.000 miliar dolar AS, seharusnya negara bisa meraih keuntungan minimal 10 persen atau sekitar 100 miliar dolar AS per tahun (setara Rp1.600 triliun).
“Kalau dagang yang biasa, harusnya hasilnya itu 10 persen dari aset. Jadi dari 1.000 miliar dolar harusnya negara dapat 100 miliar dolar tiap tahun,” ujarnya.
Jika target 10 persen dinilai terlalu tinggi, Prabowo masih memberi kelonggaran dengan capaian 5 persen, yakni sekitar Rp800 triliun per tahun. Bahkan, jika tidak memungkinkan, ia bersedia menurunkan standar hingga 3 persen, asalkan ada perbaikan nyata dalam tiga tahun ke depan.
“Kalau dari 10 persen tidak bisa, oke deh 5 persen. Kalau enggak juga, ya 3 persen. Tapi kita kasih target mereka dalam tiga tahun. Kita tunggu hasil mereka. Insya Allah akan tercapai yang kita harapkan,” tandasnya.