Bujurnews, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan pemberian uang dan satu unit mobil senilai Rp1 miliar dari anggota DPR Heri Gunawan (HG) kepada seorang perempuan berinisial FA.
Heri Gunawan diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyaluran dana tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“FA didalami terkait aliran uang dan pemberian aset dari HG yang diduga bersumber dari tindak pidana korupsi terkait program sosial atau CSR Bank Indonesia atau OJK,”
ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (21/10/2025), dikutip dari Antara.
Dari hasil penyidikan awal, FA diduga menerima uang lebih dari Rp2 miliar dari Heri Gunawan. Sebagian uang itu disebut digunakan untuk membeli sebuah mobil mewah senilai sekitar Rp1 miliar.
“Mobil tersebut telah disita oleh KPK,” ujar Budi.
Selain mobil dan uang rupiah, Heri Gunawan juga disebut memberikan sejumlah uang dalam bentuk dolar Amerika Serikat dan/atau dolar Singapura dengan nilai setara ratusan juta rupiah, yang kemudian diketahui ditukar melalui money changer.
KPK saat ini masih melakukan penyidikan terhadap dugaan korupsi dalam penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) pada periode 2020–2023.
Kasus ini bermula dari laporan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta pengaduan masyarakat, yang kemudian mendorong KPK membuka penyidikan umum sejak Desember 2024.
Penyidik KPK sebelumnya telah melakukan penggeledahan di dua lokasi penting, yakni; Gedung Bank Indonesia, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, pada 16 Desember 2024 dan
Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada 19 Desember 2024.
Pada 7 Agustus 2025, KPK resmi menetapkan dua anggota DPR RI Komisi XI periode 2019–2024 sebagai tersangka, yakni Satori (ST) dan Heri Gunawan (HG).
Keduanya diduga menerima aliran dana CSR dari pihak tertentu di BI dan OJK untuk kepentingan pribadi dan politik. KPK menilai perbuatan tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara serta menyimpang dari tujuan program sosial yang semestinya diperuntukkan bagi masyarakat.
KPK menyatakan penyidikan masih terus berkembang, termasuk penelusuran terhadap pihak lain yang diduga menikmati hasil kejahatan.




