KotaKutim

Pengadaan Bibit Babi Kutim 2024 Disorot, DTPHP Sebut Kematian Akibat Wabah ASF

Bujurnews, Sangatta – Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP) Kutai Timur (Kutim) angkat bicara terkait isu kematian massal bibit babi dan dugaan kerugian negara dalam program pengadaan ternak tahun 2024.

Kepala DTPHP Kutim, Dyah Ratnaningrum, mengonfirmasi bahwa pihaknya memang melakukan pengadaan sekitar 1.000 ekor bibit babi pada 2024. Kebijakan tersebut diambil setelah mempertimbangkan kondisi pascawabah African Swine Fever (ASF) yang melanda pada 2021 serta keberhasilan program serupa pada 2023.

“Pada 2021 terjadi wabah ASF. Semua babi yang ada, termasuk di Miau Baru yang jumlahnya ribuan ekor, habis. Karena itu pada 2022 kami hentikan pengadaan. Tahun 2023 kami mulai lagi dan hasilnya bagus karena seluruh SOP dijalankan,” ujar Dyah, Jum’at (19/12/2025).

Menurutnya, pengadaan bibit babi pada 2024 tetap mengacu pada prosedur kesehatan hewan. Seluruh bibit yang masuk ke Kutim telah dilengkapi dokumen karantina dan dinyatakan sehat sebelum disalurkan kepada peternak.

“Surat-surat dari karantina lengkap. Kalau karantina sudah mengeluarkan dokumen, artinya secara kesehatan hewan dinyatakan aman,” jelasnya.

Namun, setelah penyaluran kepada peternak, terjadi kematian ternak dalam beberapa waktu. Dyah menegaskan, kematian tersebut terjadi di luar masa tanggung jawab penyedia atau kontraktor.

“Kematian terjadi pada minggu ketiga, keempat, bahkan setelah beberapa bulan. Itu sudah di luar tanggung jawab kontraktor,” katanya.

Menindaklanjuti kejadian tersebut, DTPHP Kutim menurunkan tim dokter hewan untuk melakukan pemeriksaan lapangan dan pengambilan sampel. Hasil pemeriksaan menunjukkan ternak positif terpapar ASF.

“Dari hasil sampling memang positif ASF. Dan ini bukan hanya terjadi di Kutim. Daerah lain seperti Kutai Kartanegara dan Berau juga mengalami hal yang sama,” ungkap Dyah.

Ia menegaskan, ASF merupakan penyakit yang sulit dikendalikan, sehingga pihaknya kembali menghentikan pengadaan bibit babi.

“Kami tidak berani lagi melakukan pengadaan karena ASF ini sulit diberantas. Kematian ternak sudah terjadi saat babi berada di tangan petani. Ini wabah, dan kita tidak bisa menyalahkan siapa pun,” tegasnya.

Terkait isu potensi kerugian negara sekitar Rp1,8 miliar, Dyah menyebut angka tersebut merupakan opini yang berkembang di luar hasil pemeriksaan resmi.

“Pemeriksaan BPK sudah dilakukan, termasuk soal karantina. SOP-nya jelas, semua babi yang masuk ke Kalimantan Timur wajib dikarantina. Soal kerugian Rp1,8 miliar itu adalah opini. Silakan saja jika itu menjadi pendapat pihak lain,” pungkasnya.

Sebelumnya, Analis dari Garda Apresiasi Nusantara (GAN), Indra, menyebut berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diterimanya, ratusan bibit babi dilaporkan mati dan belum seluruhnya diganti oleh penyedia.

Masih merujuk data tersebut, Indra menyampaikan bahwa pengadaan bibit babi tercatat sebanyak sekitar 1.010 ekor dengan nilai anggaran mencapai Rp2,9 miliar.

Dalam pelaksanaannya, ditemukan kematian bibit babi sebanyak 694 ekor atau sekitar 68,71 persen dari total pengadaan.

“Dari data audit BPK 2024 yang kami dapatkan, terjadi kematian bibit babi lebih dari 50 persen, yakni 694 ekor dari sekitar 1.010 bibit yang diadakan,” ujar Indra, Rabu (17/12/2025).

Ia menambahkan, dalam ketentuan lalu lintas hewan, pengadaan ternak wajib dilengkapi sertifikat kesehatan hewan, surat keterangan kesehatan, uji laboratorium, serta dokumen karantina dari daerah asal hingga lokasi tujuan.

Tahapan karantina tersebut, menurut Indra, diduga tidak dijalankan sesuai prosedur sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara.(ma/ja)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button