
Bujurnews, Kutai Timur – Program Penerima Bantuan Iuaran (PBI) BPJS Kesehatan di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menjadi salah satu pilar utama dalam pencapaian Universal Health Coverage (UHC).
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kutim, Ernata Hadi Sujito menyampaikan bahwa program PBI yang berlaku di wilayah Kutim mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.
“PBI itu ada 3 macam, PBI dari Pemda Kutim, dari provinsi dan dari pusat. Ketiganya aktif membantu masyarakat kita. Karena adanya 3 penyumbang itu, Alhamdullilah Kutim sekarang sudah masuk UHC,” ujar Ernata, Selasa (05/08/2025).
Ernata menegaskan bahwa penerima PBI diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu. Oleh karena itu, untuk menentukan kelayakan, digunakan sistem desil ekonomi yang membagi pendapatan masyarakat dalam 10 kelompok.
“Masyarakat di Desil 1 sampai 5 jadi prioritas, penghasilan mereka di bawah Rp1,2 juta per bulan. Sementara desil 6 ke atas, secara data tidak termasuk kategori miskin, jadi tidak diprioritaskan mendapatkan PBI,” jelasnya.
Meski begitu, Ernata mengungkapkan bahwa masih banyak warga dari desil atas yang mengajukan PBI.
“Namun kenyataannya, dilapangan masyarakat kadang-kadang yang ekonominya sudah cukup masih terus ajukan bantuan BPI,” katanya.
Lebih lanjut, Ernata menyebut usulan peserta PBI di Kutim terus meningkat. Bahkan dalam satu bulan, pihaknya bisa mengusulkan 1.000 hingga 1.600 peserta baru.
Namun, ia menjelaskan PBI kini terhubung langsung dengan data kependudukan dan ketenagakerjaan. Sehingga jika ada anggota keluarga yang bekerja atau penghasilan rumah tangga meningkat, maka status PBI bisa otomatis dicabut oleh sistem.
“Sistem mencabut secara otomatis, jadi bukan pihak kita yang mencabut. Misalnya anaknya sudah bekerja di perusahaan, maka datanya akan otomatis tersinkron dan mereka keluar dari penerima PBI. Makanya banyak yang kaget karena tidak sadar mereka sudah tidak aktif lagi,”
Hal ini menjadi bagian dari penyisiran otomatis agar bantuan tetap tepat sasaran. Meskipun sudah ada sistem dan kriteria jelas, Dinsos tetap menghadapi tantangan dalam implementasi di lapangan.
“Kita tidak bisa melarang warga yang datang dan mengaku tidak mampu. Padahal kalau kita cek ke lapangan, mereka sebenarnya mampu. Ini tantangan terbesar kami,” pungkasnya.
Ia berharap ke depan, ada peningkatan kesadaran masyarakat agar bantuan PBI benar-benar digunakan oleh mereka yang membutuhkan.
Selain itu, Ernata juga menyoroti besarnya beban anggaran program PBI, yang membuat pendanaannya tidak bisa hanya ditanggung oleh APBD Kutim.
“Kelas BPJS mandiri, satu orang bisa bayar Rp45.000 per bulan. Kalau satu keluarga isi empat, itu sudah Rp180.000. Dikalikan jumlah penduduk Kutim, berat kalau hanya ditanggung Kabupaten,” terangnya. (Irma/ja)