Banjir di Samarinda Akibat Keserakahan Sistem Kapitalisme
Oleh: Ismariah, S.Hut
Selama sepekan terakhir, intensitas hujan di Ibu Kota Provinsi Kaltim itu memang tinggi. Banjir tak bisa dihindari mengingat air dari hulu Sungai Karang Mumus (SKM) meluap dan hilangnya ruang sungai yang dulunya berfungsi untuk menampung air. Sebanyak 9.444 warga lima kelurahan di tiga kecamatan di Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), terdampak banjir.
Untuk Kecamatan Sungai Pinang, kawasan yang terdampak banjir adalah di Kelurahan Gunung Lingai, untuk Kecamatan Samarinda Utara di antaranya di Kelurahan Sempaja Timur, Sempaja Selatan, Sempaja Utara, dan Kelurahan Lempake. Sedangkan di Kecamatan Samarinda Kota adalah kawasan yang paling dekat dengan bantaran Sungai Karang Mumus, seperti kawasan Jalan Pemuda hingga bagian dalam, Jalan Kesehatan, Jalan Gelatik dan sekitarnya.
Pelaksana tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda Hambali mengungkapkan banjir mulai terjadi pada Selasa (19/10) dengan ketinggian air rata-rata mulai dari 30 cm sampai hingga lebih dari satu meter. Adapun kondisi banjir terparah terjadi di beberapa lokasi khususnya di Perumahan Bengkuring, Kelurahan Sempaja Timur, Kecamatan Samarinda Utara, ketinggian air mencapai sepinggang orang dewasa. Bahkan, ada yang mencapai lebih dari satu meter. (cnnindonesia.com, 20/10/2021)
Sistem Kapitalisme Penyebab Banjir di Samarinda
Luas seluruh perizinan di Kaltim menembus 13,83 juta hektare. Padahal, luas daratan Kaltim hanya 12,7 juta hektare. Sektor pertama, izin kehutanan dengan luas 5.619.662 hektare, Sektor kedua adalah pertambangan batu bara. Luas perizinan ini di sekujur Kaltim menembus 5.137.875,22 hektare, Sektor usaha ketiga yang juga rakus lahan adalah perkebunan kelapa sawit. Menukil data Dinas Perkebunan Kaltim, total konsesi yang telah diterbitkan mencapai 375 izin dengan luas 3.095.824 Ha. (kaltimkece.id, 17/7/2019).
Terjadinya kerusakan lingkungan diantaranya banjir, adalah akibat salahnya tata kelola lahan dan peruntukannya. Dengan luasan usaha hutan dan tambang yang lebih luas dari daratan Kaltim, sudah bisa dipastikan resapan air hujan sangat minim. Sehingga semakin tahun akibatnya semakin merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat akibat bencana yang sejatinya akibat kesalahan manusia dalam mengelola lahannya. Allah berfirman dalam Al Qur’an surah Ar Ruum: 41
يَرْجِعُوْنَ لَعَلَّهُمْ عَمِلُوْا الَّذِيْ بَعْضَ لِيُذِيْقَهُمْ النَّاسِ اَيْدِى كَسَبَتْ بِمَا وَالْبَحْرِ الْبَرِّ فِى الْفَسَادُ ظَهَرَ
Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar” (QS. Ar Ruum: 41).
Dalam sistem kapitalisme dengan politik demokrasinya, Pengelolaan lahan dan tambang tidaklah memperhatikan akibatnya pada kerusakan lingkungan. Sedangkan, pemilik korporasi hanya peduli pada laba dan kekayaan atas nama kebutuhan pasar global. Hal ini karena, dalam penerapan sistem sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan tujuan hidup semata-mata adalah uang tanpa memandang cara mendapatkannya dan akibat perbuatan manusia tersebut.
Sistem ini jelas rusak dan merusak karena hanya menghasilkan kerusakan jika diterapkan dalam kehidupan manusia. Maka Allah pun memberi pelajaran kepada manusia agar meninggalkan system yang bertentangan dengan aturan Allah ini. Tidak ada kebaikan yang bisa diharapkan dengan menerapkan system kapitalisme. Saatnya kita kembali kepada aturan Allah SWT yang Maha Pengatur agar bencana banjir ini bisa kita atasi dan kita hindari.
Berkah dalam Penerapan Syariah Islam
Islam sebagai agama yang sempurna, tidak hanya mengatur ibadah ritual, namun juga sebagai sebuah ideologi mengatur kehidupan manusia. Allah yang menciptakan manusia dan isinya, maka Allah jualah yang Maha Mengetahui hakekat ciptaannya. Jika saja kita menerapkan syariat-Nya secara kaffah maka pasti akan mendapatkan rahmat-Nya, karena untuk itulah Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW menyampaikan wahyu-Nya kepada kita, yaitu agar mendapat rahmat-Nya.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al Anbiya ayat 107:
لِّلْعٰلَمِيْنَ رَحْمَةً اِلَّا اَرْسَلْنٰكَ وَمَآ
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. (QS. Al Anbiya: 107)
Saatnya kita raih keberkahan dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah seperti yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para khalifahnya, menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan kita termasuk dalam mengelola lahan dan menyebarkan Islam hingga ke seluruh penjuru dunia agar Cahaya Islam bisa dirasakan oleh seluruh umat manusia. (*)
Penulis adalah pengisi acara Fiqih Wanita Ahli Surga di TV Islamic Center samarinda
TULISAN INI SEPENUHNYA TANGGUNG JAWAB PENULIS. REDAKSI TIDAK BERTANGGUNGJAWAB TERHADAP ISI, MAKNA, DAN DAMPAK DARI TULISAN OPINI INI.