Opini

Kekerasan Perempuan Dan Anak, Tak Kunjung Usai?

Bujurnews, Opini – Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis (UPTD) perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Paser terdapat 15 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jumlah kasus tersebut terhitung sejak Januari hingga Mei 2023, dengan jenis kasus kekerasan yang berbeda-beda.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser, Amir Faisol mengatakan terdapat 11 kekerasan terhadap perempuan serta 4 kasus kekerasan terhadap laki-laki. Kasus kekerasan yang mendominasi pada perempuan dan anak di Paser yaitu berkaitan dengan psikis, seperti bullying atau perundungan.

Mengapa Kasus Kekerasan Pada Perempuan Dan Anak Terus Terjadi?

Jika kita mencermati, ada tiga faktor besar yang menjadi simpul masalah mengapa kekerasan pada perempuan dan anak seperti perundungan juga semakin marak. Jika ditelusuri mendalam ternyata ada kesalahan dari pola asuh keluarga, pembentukan karakter disekolah dan masyarakat serta peran negara sebagai penanggung jawab rakyatnya.

Kita pasti sepakat jika pembentukan kepribadian anak bermula dari pola asuh keluarga. Sistem sekularisme berpengaruh besar terhadap pola asuh orang tua kepada anak-anak mereka. Penanaman akidah Islam, adab, dan ketaatan kepada Allah banyak terabaikan. Akibatnya, banyak orang tua yang lalai bahwa mengajarkan anak tentang kecintaannya terhadap agama jauh lebih penting ketimbang kecintaannya kepada segala hal yang bersifat duniawi atau materi. Pada akhirnya, anak tumbuh dengan visi misi hidup yang jauh dari nilai Islam. Mereka berkembang menjadi generasi yang minim adab, sekalipun pintar; generasi yang jauh dari visi misi penciptaan sebagai hamba Allah Taala; dan generasi yang mati rasa iman dan nuraninya karena akidah sekuler yang tertanam.

Kasus perundungan bisa terjadi di mana saja, tidak terkecuali di sekolah berbasis agama (Islam). Tantangan pendidikan hari ini adalah kita sedang berhadapan dengan lingkungan yang rusak. Media dan tontonan mengajarkan budaya hedonis dan permisif, visi misi sekolah yang bercampur dengan kepentingan bisnis; serta sikap masyarakat yang individualistis dan cenderung cuek terhadap kemaksiatan, menjadikan sulit menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak.

Bahkan, demi menjaga citra dan nama baik sebagai sekolah ramah anak, tidak jarang sekolah menutupi kasus perundungan dan melakukan pembelaan diri karena tidak ingin menjadi pihak yang dipersalahkan atas kasus yang terjadi. Pada akhirnya, orang tua dan korban tidak memperpanjang masalah dan kasus ditutup dengan permintaan maaf saja.

Negara sebagai penanggung jawab besar dalam membangun SDM unggul. Semua itu mestinya dimulai dari pembentukan kepribadian pada generasi. Pemerintah sebenarnya telah membuat program Sekolah Ramah Anak. Sayangnya, program tersebut terkesan seperti jargon yang tidak bermakna tersebab diterapkan di atas landasan sistem sekularisme.

Padahal, kerusakan generasi hari ini tidak lain karena penerapan ideologi sekuler kapitalisme. Bagaimana mungkin lingkungan ramah anak tercipta jika anak-anak terus dijejali dengan pemikiran, norma, dan nilai sekuler dalam kehidupan mereka?

Islam Punya Solusi Terhadap Kasus Kekerasan Perempuan Dan Anak Untuk membangun masyarakat yang berkualitas, diperlukan perbaikan menyeluruh, yaitu mengubah paradigma sekuler menjadi paradigma berbasis akidah Islam. Kegemilangan Islam selama 1.400 tahun menguasai dunia dan melahirkan generasi unggul sebenarnya sudah cukup menjadi alasan kuat bagi kita untuk merombak secara totalitas sistem kapitalisme sekuler hari ini.

Islam telah mengajarkan kepada kita bagaimana membangun masyarakat yang berkualitas dengan memperhatikan hal-hal berikut:

Pertama, menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Porsi Islam dalam pendidikan harus banyak dan berpengaruh, bukan sebagai pelengkap materi ajar semata. Sistem ini tidak akan berjalan tanpa sistem politik ekonomi yang berdasarkan syariat Islam. Dengan politik ekonomi Islam, negara dapat membangun fasilitas dan sarana memadai yang dapat menunjang kegiatan KBM di sekolah.

Kedua, kontrol dan pengawasan masyarakat dengan dakwah amar nahi mungkar. Jika peran masyarakat berfungsi optimal, tidak akan ada kemaksiatan atau pelanggaran yang ditoleransi karena masyarakat membiasakan diri untuk peduli dan saling menasihati.

Ketiga, fungsi negara sebagai penjaga dan pelindung generasi dari berbagai kerusakan harus menyeluruh. Negara harus melarang segala hal yang merusak, seperti tontonan berbau sekuler dan liberal, media porno, dan kemaksiatan lainnya.

Negara akan memberlakukan sanksi berdasarkan syariat Islam. Negara adalah penyelenggara pendidikan. Tidak boleh ada kepentingan bisnis dalam menyelenggarakan sistem pendidikan.

Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan gratis dan berkualitas. Tanpa Islam kita tidak akan baik, sebagaimana ungkapan Umar bin Khaththab ra., “Kita adalah umat yang pernah hina dan lemah, lalu Allah menguatkan dan memuliakan kita dengan Islam. Kalau kita mencari kemuliaan selain dengan agama ini, Allah akan menghinakan kita.”

Ditulis Oleh : Asniati, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button