Menagih Janji Perbaikan Jalan, Kapan Direalisasikan?
Bujurnews, Opini – Jalan rusak kembali mulus itulah harapan warga masyarakat Jalan Poros Simpang 4 Polsek – Simpang 3 Bangun Jaya Kaliorang Kutim Kalimantan Timur.
“Kami menantikan sejak tahun 2018 lalu, dijanjikan akan diperbaiki tapi mana? Sampai sekarang belum juga terealisasi,” ungkap salah satu warga di sana. (Tribunkaltim.co, 3/7/2023).
Jalan memang kebutuhan penting masyarakat. Banyak jalan di Kaltim saat ini yang rusak, tidak hanya di Kecamatan Kaliorang. Rusaknya jalan sebagian besar akibat angkutan berat seperti sawit dan tambang.
Perbaikan jalan sering dilakukan namun kerusakan kembali berulang. Padahal daerah kaya SDAE namun jalan rusak masih sering terjadi.
Pemerintah Abai dalam Hal Jalan Seharusnya perbaikan jalan cepat dilakukan mengingat jalan kebutuhan masyarakat. Semua warga berhak akan jalan yang nyaman tanpa terkecuali baik di kota maupun desa. Ketimpangan dalam hal insfrastruktur tentu akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Termasuk kesatuan daerah dengan pemerintah pusat.
Jalan merupakan hak warga serta tanggung jawab negara untuk menyediakan dengan nyaman dan aman. Namun, cara pandang kapitalisme telah menjadikan pelayanan publik berupa jalan tidak lagi sebagai pengabdian kepada rakyat melainkan pencitraan dan kebutuhan pasar ekonomi. Artinya jika jalan tidak menjadi sorotan publik dan kebutuhan pasar ekonomi maka perhatian pemerintah kurang.
Selain itu, kekayaan SDAE yang dimiliki daerah Kutai Timur tidak berkorelasi terhadap kesejahteraan rakyat. Buktinya jalan rusak masih ditemui, padahal Kutim juga merupakan daerah penyangga IKN yang seharusnya diperhatikan pemerintah. Artinya ketimpangan infrastruktur masih terjadi meski dijanjikan bahwa jika IKN di Kaltim akan terjadi pemerataan.
Jalan rusak kembali mulus sering kali menjadi janji di saat kampanye politik. Rakyat didekati menjelang pemilu, namun ketika terpilih menjauh atau lupa akan janjinya. Penguasa pun kadang sering lempar tanggung jawab, perbaikan dan anggaran jalan merupakan wewenang pemerintah pusat atau daerah bahkan perusahaan. Lantas kapan terealisasi perbaikan jalan jika saling lempar tanggung jawab?
Pemenuhan Jalan dalam Islam dalam kitab Struktur Negara Khilafah karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dikatakan bahwa sistem pemerintahan Islam adalah kesatuan.
Keuangan seluruh wilayah dianggap sebagai satu-kesatuan dan APBN-nya juga satu yang dibelanjakan untuk kemaslahatan seluruh rakyat tanpa memandang provinsinya. Artinya semua akan diperlakukan sama.
Seandainya suatu propinsi atau daerah pemasukannya tidak mencukupi kebutuhannya, maka akan dibiayai sesuai kebutuhannya bukan menurut pemasukannya. Seandainya pemasukan suatu provinsi tidak mencukupi kebutuhannya maka hal itu tidak diperhatikan, tetapi akan dikeluarkan biaya dari APBN sesuai kebutuhan provinsi itu, baik pemasukannya mencukupi atau tidak. Maka misalnya dalam hal pembuatan jalan jika daerah kekurangan dana maka pemerintah pusat akan mengeluarkan biaya dari APBN.
Selain itu dalam urusan jalan, Islam telah memberikan keteladanan. Bisa dilihat dari kisah Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, tentang jalan yang berlubang di Irak. Amirul mukminin Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu yang terkenal tegas dan tegar dalam memimpin kaum muslimin tiba-tiba menangis dan kelihatan sangat terpukul. Informasi salah seorang ajudannya tentang peristiwa yang terjadi di tanah Irak telah membuatnya sedih dan gelisah.
Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Ta’ala, “Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?”
Kisah tersebut menggambarkan bagaimana tanggung jawab seorang pemimpin atas apa yang ia pimpin. Binatang saja diperhatikan apalagi manusia yang dipimpinnya. Pemimpin begitu perhatian dan peduli terhadap masyarakat meskipun hanya dalam urusan jalan. Tentu saja sosok pemimpin yang seperti itu yang kita rindukan. Pemimpin yang mengatur segala urusan karena keimanan dengan sistem Islam. Oleh karena itu hendaknya masyarakat menyadari dan menuntut bukan hanya perbaikan jalan rusak. Tetapi menuntut perbaikan sistem yang rusak kepada sistem Islam.
Ditulis Oleh: Rahmi Surainah, M. Pd, alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin