Kontroversi Dinasti Politik: Hak Asasi atau Pelanggaran Demokrasi?
Bujurnews – Dalam sebuah video yang diunggah oleh channel YouTube Total Politik pada Selasa, 4 Juni 2024, salah satu presenternya, Arie Putra, menyebutkan bahwa dinasti politik adalah hak asasi manusia. Video berjudul “Pandji Pragiwaksono Kaget Sama Jurus Andalan Prabowo?” ini menampilkan diskusi antara Arie Putra dan Pandji Pragiwaksono mengenai sensitivitas terhadap dinasti politik di Indonesia.
Arie Putra memulai diskusi dengan bertanya kepada Pandji soal sensitivitasnya terhadap dinasti politik. Pandji, yang dikenal sebagai komedian, aktor, dan pengamat politik, sering menyampaikan pandangannya soal politik di media sosial dan berbagai acara yang ia hadiri. “Kenapa lu agak sensi kayaknya, gua lihat ada sensitivitas soal politik dinasti, kan itu hak warga negara, mau lu dinasti atau nggak,” tanya Arie kepada Pandji.
Pandji merespons dengan sarkastis, menandakan ketidak setujuannya terhadap pendapat Arie. Sebelum Pandji sempat memberikan jawaban penuh, Arie kemudian menjelaskan alasannya. “Ini pernah digugat orang MK dan diterima oleh MK, loh. Waktu itu dinasti nggak boleh maju, anak dari bupati nggak boleh maju, saudara, istri dari bupati nggak boleh maju. Ini pendapat MK,” jelas Arie, mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi yang pernah melarang praktik dinasti politik.
Menurut Arie, praktik dinasti politik sebelumnya tidak ada di Indonesia, di mana anggota keluarga bupati atau pejabat tinggi lainnya tidak diperbolehkan untuk ikut dalam pemerintahan. Hal ini dilakukan untuk mencegah konsentrasi kekuasaan dan pengaruh politik dalam satu keluarga.
Pandji, dalam diskusi tersebut, menunjukkan skeptisisme terhadap argumen Arie, mencerminkan kekhawatiran banyak warga negara yang melihat dinasti politik sebagai ancaman terhadap prinsip demokrasi dan meritokrasi. Bagi banyak orang, dinasti politik dianggap dapat menghambat kesempatan yang adil bagi semua individu untuk berpartisipasi dalam proses politik.
Video ini memicu berbagai reaksi di kalangan penonton, dengan banyak yang mendukung pandangan Pandji tentang bahaya dinasti politik. Mereka berpendapat bahwa demokrasi harus memberikan kesempatan yang sama bagi semua warga negara, tanpa memandang latar belakang keluarga atau hubungan politik. Namun, ada juga yang setuju dengan Arie, berpendapat bahwa setiap warga negara, termasuk anggota keluarga pejabat, memiliki hak untuk mencalonkan diri dan berpartisipasi dalam pemerintahan.
Diskusi ini menyoroti dilema yang dihadapi demokrasi modern: bagaimana menyeimbangkan hak individu untuk berpartisipasi dalam politik dengan kebutuhan untuk mencegah konsentrasi kekuasaan dalam tangan segelintir keluarga. Apakah dinasti politik benar-benar hak asasi atau justru ancaman bagi demokrasi, tetap menjadi perdebatan yang hangat di Indonesia dan negara-negara lain. (*)