Deflasi Terpanjang Sejak 1998: Apa Artinya Bagi Ekonomi Indonesia?
Bujurnews – Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut, yang merupakan periode deflasi terpanjang sejak krisis ekonomi 1998. Pada September 2024, deflasi tercatat sebesar 0,12% secara bulanan, lebih dalam dibandingkan dengan Agustus yang hanya 0,03%. Fenomena ini memunculkan berbagai pandangan tentang dampaknya terhadap perekonomian nasional.
Menurut Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), penurunan harga terutama terjadi pada komoditas makanan, minuman, dan tembakau. Harga-harga komoditas tersebut yang turun secara konsisten dalam beberapa bulan terakhir menjadi pendorong utama deflasi. Namun, Bank Indonesia (BI) menilai bahwa situasi ini tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Inflasi masih berada dalam kisaran target yang ditetapkan, yaitu antara 1,5% hingga 3,5%.
Deputi Gubernur BI, Juda Agung, menyatakan bahwa deflasi yang sedang terjadi tidak menimbulkan risiko signifikan terhadap perekonomian. Ia justru mendorong masyarakat untuk tetap optimis dan meningkatkan konsumsi. Hal ini penting karena konsumsi rumah tangga merupakan salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Meskipun begitu, periode deflasi yang berkepanjangan bisa menjadi sinyal adanya tekanan pada daya beli masyarakat. Jika tidak segera diatasi, bisa saja deflasi berlarut-larut memicu perlambatan ekonomi. Oleh karena itu, keseimbangan antara stabilitas harga dan peningkatan daya beli masyarakat menjadi kunci untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi ini. Optimisme dan strategi kebijakan pemerintah serta sektor swasta diharapkan mampu mendorong konsumsi dan menjaga ekonomi tetap stabil di tengah deflasi ini. (ape)