Kemajuan atau Pemborosan? Kontroversi Monumen Alat Berat Rp40 Miliar

Penulis : Resty Dian Agustin
(Mahasiswa S1 Pemerintahan Integratif, FISIP-Universitas Mulawarman)
Bujurnews.com, Samarinda – Kalian pasti sudah mendengar terkait monumen alat berat yang dibangun dengan biaya fantastis sebesar 40 miliar rupiah di kabupaten kutai timur. Menarik, bukan? Pemerintah Kutai Timur mengklaim bahwa proyek ini adalah simbol sejarah dan kemajuan daerah. Selain itu, Monumen tersebut dibangun untuk mengenang kejayaan sektor pertambangan yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal.
Namun, ditengah berbagai masalah yang masih dihadapi masyarakat muncul sebuah pertanyaan besar “apakah monumen ini benar-benar mencerminkan kemajuan, atau justru merupakan bentuk pemborosan anggaran yang salah sasaran?”Saya bukan menentang sebuah kemajuan, tetapi jika dana sebesar itu hanya digunakan untuk sebuah monumen raksasa, sementara di sisi lain masih banyak warga kesulitan mengakses air bersih, jalan berlubang dan becek, fasilitas umum maupun sekolah tidak memadai, banjir, banyak pengangguran, dan ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Sangat jelas menunjukkan adanya miss prioritas. Selain itu, perlunya kita belajar bahwa kebijakan pembangunan seharusnya didasarkan pada prinsip efisiensi, efektivitas, dan orientasi kepada kebutuhan masyarakat. Dalam konteks ini, alokasi anggaran sebesar itu untuk sebuah monumen bisa dipandang sebagai sebuah kesalahan dalam perencanaan pembangunan. Memang monumen itu bisa menarik wisatawan, tetapi jika masih banyak perut warga yang masih keroncongan, bukannya jatuhnya hanya sekadar pencitraan ya!Ada alasan bahwa monumen ini diharapkan menjadi landmark yang membuat daerah terlihat lebih menarik. Namun, apakah perlu sampai sebanyak itu anggarannya? Mengapa tidak lebih fokus pada pembangunan yang langsung dirasakan oleh masyarakat? misalnya menciptakan lapangan kerja, memperbaiki infrastruktur, atau membangun fasilitas pendidikan dan kesehatan yang lebih baik.
Terkadang, hal-hal kecil yang nyata justru memberi berdampak lebih besar daripada sesuatu yang besar tetapi tidak relevan.Kita sebagai masyarakat juga harus memikirkan aspek jangka panjang, yang dimana monumen sebesar itu tentu memerlukan biaya perawatan dan belum tentu banyak orang tertarik untuk datang hanya untuk melihat alat berat yang berdiri tegak. Jika ingin membangun wisata industri seharusnya lebih bijaksana untuk mendirikan seperti museum atau tempat edukasi yang dapat berfungsi sebagai alokasi pembelajaran, dan bukan hanya sekedar ikut-ikutan tren.Intinya, bukan berarti menolak pembangunan atau seni.
Namun, setiap rupiah yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah tanggung jawab besar. Masyarakat berhak bertanya: “Uang kami digunakan untuk apa? jika jawabannya hanya digunakan untuk membagun monumen, maka tidak salah jika kita merasa perlu mengkritisinya.Jadi apakah monumen alat berat yang menelan biaya 40 miliar rupiah ini akan menjadi simbol kemajuan atau justru menjadi simbol pemborosan? Akhirnya, semua ini kembali kepada kita apakah kita akan tetap diam atau mulai kritis terkait kebijakan yang tampak tidak logis ini. (*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi bujurnews.com