Opini

Peran DPR dalam RUU Perampasan Aset: Urgensi dan Hambatan dalam Penegakan Hukum Korupsi

Dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia, salah satu masalah terbesar yang dihadapi adalah upaya untuk memulihkan kerugian negara secara optimal. Salah satu solusi yang dianggap mendesak adalah pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. RUU ini dirancang untuk mempercepat proses perampasan aset hasil tindak pidana korupsi, namun hingga saat ini, hampir dua dekade setelah pertama kali diusulkan pada 2008, RUU tersebut masih belum disahkan. Mengapa RUU ini dibiarkan mengambang begitu lama, dan mengapa penting bagi Indonesia untuk segera mewujudkan regulasi ini?

Mengapa RUU Perampasan Aset Mengambang?

Salah satu alasan utama mengapa RUU Perampasan Aset belum juga disahkan adalah tarik-menarik kepentingan politik dan kekuasaan. Sejak pertama kali diusulkan, RUU ini sudah masuk dalam daftar prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tahun 2012. Namun, meskipun sudah ada naskah akademik dan rancangan undang-undang, perkembangan pembahasannya terhenti di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini disebabkan oleh kurangnya dorongan politik yang kuat dari pemerintah maupun legislatif untuk menjadikan RUU ini sebagai prioritas. Presiden Jokowi sempat mengirimkan surat pada tahun 2023 untuk meminta agar RUU ini dibahas, namun hingga 2024, pembahasan tersebut belum juga dimulai secara serius​.

Salah satu faktor yang mempengaruhi lambatnya pembahasan ini adalah ketakutan dari para elite politik dan ekonomi yang khawatir bahwa pengesahan RUU ini dapat berpotensi menjadi ancaman bagi kepentingan mereka. RUU Perampasan Aset memiliki cakupan yang luas dan mencakup mekanisme perampasan aset tanpa perlu menunggu putusan pidana inkrah NCB (non-conviction based asset forfeiture). Artinya, aset yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi dapat langsung disita tanpa harus melalui proses pengadilan yang memakan waktu. Bagi para pelaku kejahatan kerah putih atau pejabat publik yang memiliki aset yang tidak sesuai dengan profil keuangan mereka, aturan ini tentu saja berpotensi merugikan dan mengancam posisi mereka.

Di sisi lain, hambatan teknis juga menjadi salah satu penyebab keterlambatan ini. Proses legislasi yang panjang dan rumit sering kali disertai dengan berbagai perubahan dan revisi terhadap draf undang-undang, yang sering kali dilakukan untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan kekuasaan. Meskipun diperlukan, proses ini juga menambah waktu dan mengakibatkan stagnasi dalam pembahasan RUU ini. Hingga saat ini, banyak pihak yang beranggapan bahwa regulasi perampasan aset ini masih menyisakan celah hukum yang perlu diperbaiki, yang membuat para pengambil kebijakan enggan untuk segera membahas dan mengesahkan aturan ini​

Mengapa Penting untuk Segera Mengesahkan RUU Perampasan Aset?

RUU Perampasan Aset menjadi sangat penting karena ia menawarkan solusi praktis untuk mempercepat proses pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, serta memberikan dasar hukum yang jelas untuk perampasan aset tanpa harus menunggu putusan pidana. Dalam konteks kasus-kasus besar seperti Jiwasraya, yang melibatkan kerugian negara hingga 16 triliun rupiah, hanya sekitar 31 triliun rupiah dari aset yang berhasil dikembalikan ke negara dari total 168 triliun rupiah yang seharusnya​. Proses ini jelas menunjukkan bahwa mekanisme yang ada saat ini tidak cukup efektif untuk memulihkan kerugian negara. Dengan adanya RUU Perampasan Aset, penegak hukum dapat segera menyita aset yang diduga berasal dari korupsi tanpa perlu menunggu seluruh proses peradilan selesai, yang sering kali memakan waktu bertahun-tahun.

Keunggulan mekanisme NCB ini adalah bahwa negara dapat mengambil tindakan langsung terhadap aset tanpa harus membuktikan terlebih dahulu tindak pidana yang dilakukan oleh pemilik aset. Aset yang diduga berasal dari kejahatan korupsi, perdagangan narkotika, atau tindak pidana lainnya dapat disita, meskipun pemiliknya belum terbukti bersalah di pengadilan. Proses ini sangat penting mengingat kompleksitas kasus korupsi di Indonesia, di mana banyak aset yang telah dicuci atau dipindahkan ke luar negeri sebelum pengadilan mampu mengambil tindakan. Tanpa regulasi seperti NCB, aset-aset ini sulit untuk dilacak dan dipulihkan, sehingga kerugian negara semakin besar​.

RUU ini juga sangat relevan dalam memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, yang selama ini masih terganjal oleh proses hukum yang panjang dan kompleks. Pengesahan RUU ini akan memberikan tambahan “senjata” bagi aparat penegak hukum dalam menghadapi korupsi yang melibatkan jumlah kerugian yang sangat besar. Selain itu, dalam konteks kejahatan ekonomi lainnya, seperti tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan perdagangan manusia, RUU ini juga dapat memberikan landasan hukum yang lebih kuat untuk menindak para pelaku dan menyita aset-aset mereka.

Lebih lanjut, pengesahan RUU ini juga akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia. Masyarakat selama ini sering kali merasa frustrasi melihat bahwa banyak kasus korupsi besar tidak berujung pada pemulihan kerugian yang signifikan. Dengan adanya RUU ini, diharapkan ada transparansi dan efektivitas yang lebih baik dalam penanganan aset hasil tindak pidana, sehingga publik merasa bahwa negara benar-benar serius dalam memberantas korupsi hingga ke akarnya. Maka, RUU Perampasan Aset penting untuk pemberantasan korupsi.

Peran DPR dalam hal ini sangat krusial. DPR bukan hanya sekadarbadan pembentuk undang-undang, tetapi juga simbol dari kedaulatanrakyat. Maka, ketidakmampuan atau ketidakmauan DPR untukmenuntaskan pembahasan RUU ini dapat dimaknai sebagai bentukpengabaian terhadap aspirasi rakyat yang menginginkan Indonesia bebas dari praktik korupsi yang sistemik. Oleh karena itu, publikmemiliki hak untuk terus mendesak DPR agar menjalankan fungsilegislasi dengan penuh integritas dan keberpihakan pada kepentingan bangsa, bukan kepentingan golongan.

Penutup

Pengesahan RUU Perampasan Aset merupakan langkah penting dan strategis dalam agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. RUU ini bukan hanya sekadar instrumen hukum, tetapi juga cerminankeseriusan negara dalam memulihkan kerugian publik dan menegakkan keadilan. DPR sebagai representasi rakyat seharusnyamenunjukkan komitmen penuh untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU ini. Jika DPR terus mengabaikan urgensi ini, maka kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif akan terus tergerus. Sebaliknya, jika DPR berani mengambil sikap tegas dan berpihak pada kepentingan rakyat, maka ini bisa menjadi tonggak sejarah baru dalam reformasi hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

*Opini berikut ditulis oleh Oleh M.Abid Duta dari Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman. Redaksi tidak bertanggungjawab atas isi yang ditulis dalam opini tersebut.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button