Ketidakjelasan Realisasi APBD 2025, Wakil Ketua II DPRD Kutim Soroti Ketimpangan Komunikasi Eksekutif-Legislatif

Bujurnews, Kutai Timur – Wakil Ketua II DPRD Kutai Timur, Prayunita Utami, mengungkapkan kekhawatiran serius terhadap lambannya pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Ia menilai, persoalan ini tak lagi sekadar hambatan administratif, tetapi telah menunjukkan kegagalan sistemik dalam koordinasi antara eksekutif dan legislatif.
“APBD sudah disahkan sejak akhir tahun lalu, namun hingga pertengahan 2025, kita belum melihat realisasi pembangunan fisik yang konkret. Sementara anggaran modal yang mestinya dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat nyaris nihil,” ungkap Prayunita, Jumat (18/7/2025).
Ia mengkritik jalur komunikasi antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan DPRD yang dinilainya berjalan tidak transparan dan sepihak.
Prayunita menilai ada kemunduran dalam tata kelola anggaran, ditandai dengan keterlambatan penyampaian dokumen penting seperti Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) perubahan.
“Sampai hari ini, dokumen KUA-PPAS perubahan belum juga kami terima. Ini melanggar regulasi yang diatur dalam Permendagri. Seharusnya, paling lambat Juli sudah dibahas bersama,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyebut dinamika internal TAPD turut memperlambat proses penganggaran. Menurutnya, berbagai kebijakan pemangkasan anggaran dilakukan tanpa koordinasi yang jelas, menyebabkan kebingungan di tingkat satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
“Ada SKPD yang akhirnya kesulitan menyusun ulang program karena adanya perubahan-perubahan pemangkasan yang tidak terkoordinir dengan baik,” jelasnya.
Prayunita juga mempertanyakan keputusan Pemkab Kutai Timur yang lebih dulu membahas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029, padahal pelaksanaan APBD tahun berjalan belum menunjukkan progres yang layak.
“RPJMD seharusnya lahir dari pengalaman dan evaluasi pelaksanaan anggaran tahunan. Kalau APBD 2025 saja belum berjalan, lalu dari mana kita menyusun proyeksi pembangunan jangka menengah itu?” katanya.
Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah perlu segera membangun kemitraan yang terbuka dan sejajar dengan DPRD. Jika tidak, ia khawatir ketidakpastian ini akan berdampak luas terhadap pelayanan publik dan iklim investasi di Kutim.
“Ketertinggalan dalam perencanaan dan realisasi anggaran akan berdampak pada masyarakat luas. Jangan sampai ini menjadi bom waktu sosial. DPRD tidak ingin diseret sebagai pihak yang dianggap menghambat, padahal kami juga korban dari buruknya koordinasi ini,” tutup Prayunita.
Ia pun mendesak Bupati Kutai Timur dan Sekretaris Daerah selaku Ketua TAPD untuk turun tangan langsung dan memperbaiki pola kerja tim anggaran.
“Kalau kita terus begini, 2025 bisa menjadi tahun stagnasi pembangunan Kutai Timur. Kita butuh keberanian untuk berbenah, bukan sekadar alasan atau formalitas jika memang ada masalah ditubuh TAPD maka harus segera diselesaikan,” pungkasnya. (Ma/ja)