
Bujurnews, Jakarta – Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan pemerintah tengah menyiapkan langkah merevisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Kepartaian. Perubahan tersebut, kata Yusril, merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan perlunya sistem pemilu baru tanpa ambang batas (threshold).
“Hal-hal lain juga perubahan terhadap Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Kepartaian, itu memang sedang akan kita lakukan. Karena sudah ada keputusan dari Mahkamah Konstitusi yang mengatakan sistem pemilu kita harus diubah, tidak ada lagi threshold dan lain-lain sebagainya,” ujar Yusril di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/9/2025).
Menurut Yusril, rencana revisi ini sejalan dengan agenda reformasi politik Presiden Prabowo Subianto. Ia menilai sistem yang berlaku saat ini terlalu sempit, karena membuka jalan bagi orang kaya dan selebritas, sementara banyak tokoh potensial justru tersingkir.
“Pak Presiden di awal-awal masa pemerintahan menegaskan bahwa kita perlu reformasi politik seluas-luasnya. Supaya partisipasi politik terbuka bagi siapa saja, bukan hanya orang yang punya uang atau selebriti, tapi memberi kesempatan pada semua,” tegasnya.
Yusril juga menyoroti kualitas anggota DPR saat ini yang banyak menuai kritik publik. Ia menilai sistem pemilu sekarang justru membuat sosok berbakat di bidang politik sulit tampil ke permukaan.
“Sistem sekarang membuat orang yang berbakat politik tidak bisa tampil. Sehingga diisi oleh selebriti, diisi artis. Dan kita lihat ada kritik terhadap kualitas anggota DPR sekarang ini, dan pemerintah menyadari hal itu,” kata Yusril.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Aria Bima, sebelumnya menegaskan bahwa revisi UU Pemilu menjadi prioritas utama Komisi II DPR. Ia menilai pembahasan revisi sebaiknya tidak dilakukan di Badan Legislasi (Baleg), melainkan langsung di Komisi II yang menjadi mitra kerja penyelenggara pemilu.
“UU Pemilu (prioritas Komisi II). Karena kita sudah menyelenggarakan diskusi dengan berbagai stakeholder, termasuk pengamat,” kata Aria Bima di kompleks parlemen, Senayan, Kamis (17/4).
Menurutnya, substansi pemilu berada di Komisi II. “Alangkah baiknya kalau Undang-Undang Pemilu itu dibahas oleh leading sector mitra kerja di Komisi II,” ujarnya.
Dengan adanya putusan MK dan dorongan pemerintah serta DPR, revisi UU Pemilu diperkirakan akan menjadi salah satu agenda politik terbesar dalam periode awal pemerintahan Prabowo. Sistem pemilu yang lebih terbuka diharapkan mampu menghadirkan parlemen yang lebih kompeten dan representatif.