Bujurnews.com, Samarinda – Wakil Wali Kota Samarinda Dr H Rusmadi menjadi keynote speaker atau pembicara utama dalam seminar Psikologi Forensik, Universitas Mulawarman melalui video conference, Sabtu (16/10/2021).
Seminar online yang bertajuk Pencegahan dan Dampak Perkawinan Anak Dari Sudut Pandang Lembaga Pemerintahan, Hukum dan Psikologi Forensik ini diikuti 400 peserta terdiri dari mahasiswa dan umum.
Dalam seminar tersebut, Rusmadi menyampaikan persoalan perkawinan anak di Indonesia cukup mengkhawatirkan dan perkawinan yang masih berusia anak merupakan bentuk pelanggaran hak anak dan pelanggaran ini menurutnya juga merupakan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia).
“Berdasarkan profil anak tahun yang dipublikasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI mencatat bahwa didunia setiap tahun ada sebanyak 12 juta anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun atau ada sebanyak 23 gadis menikah setiap satu menit dan hampir 1 gadis menikah setiap 3 detik, serta hampir 650 juta wanita yang hidup saat ini menjadi pengantin perempuan sebelum mereka menginjak umur 18 tahun, beberapa bahkan sebelum umur 10 tahun menurut Unicef (2019). Secara global 1 dari 5 perempuan menikah sebelum umur 18 tahun,”ucap Rusmadi.
Di Indonesia lanjutnya, pada tahun 2018, 1 dari 9 anak perempuan telah menikah. Perempuan umur 20 – 24 tahun yang menikah sebelum berumur 18 tahun pada tahun 2018 diperkirakan mencapai 1.220.900 orang. Angka ini dia katakan menempatkan Indonesia pada 10 negara dengan angka absolut pernikahan anak tertinggi di dunia.
“Dalam sepuluh tahun terakhir yakni 2008 – 2018 terlihat bahwa prevalensi pernikahan anak perempuan di Indonesia menunjukkan penurunannya tetapi masih landai yaitu hanya 3,5 persen dan dilihat berdasarkan lokasi dalam 10 tahun pernikahan anak di daerah perdesaan berkurang 5,76 persen. Sementara di daerah perkotaan hanya berkurang hampir 1 persen. Hal ini mengindikasikan penurunan pernikahan anak di perkotaan lebih lambat dari pada di perdesaan,” urainya.
Mantan Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim ini juga mengatakan bahwa angka pernikahan usia anak di Indonesia meningkat drastis selama pandemi Covid-19. Dalam catatan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama ia katakan terdapat 34.000 permohonan dispensasi yang diajukan pada Januari hingga Juni 2020. Ada sebanyak 97 persen permohonan dikabulkan. Walau usia pernikahan dibatasi 19 tahun, namun 60 persen yang mengajukan ialah anak di bawah 18 tahun.
“Sejumlah faktor melatarbelakangi pernikahan anak dibawah umur, terlebih di masa pandemi Covid-19. Penutupan sekolah menyebabkan minimnya aktivitas, aturan norma beragama, sosial, dan budaya di wilayah setempat, minim edukasi terkait pernikahan anak di bawah umur, kehamilan di luar nikah, hingga persoalan ekonomi keluarga. Di banyak daerah, Himpitan ekonomi di tengah krisis mendorong orang tua menikahkan anaknya,” ujarnya.
Telah banyak program yang dilakukan untuk menekan perkawinan anak tegas Rusmadi, melalui program GenRe (Generasi keluarga Berencana), GeBer Pencegahan Perkawinan Anak, PUSPAGA ( Pusat pembelajaran Keluarga, Sekolah layak anak hingga program kota layak anak. Bahkan Februari 2020 lalu, ia katakan telah ditetapkan 8 Strategi dalam mencegah perkawinan anak dalam acara peluncuran strategi nasional pencegahan perkawinan anak.
“Pemerintah kota Samarinda akan berkomitmen dan serius mengurangi kasus perkawinan anak, melalui penguatan kelembagaan peduli atau perlindungan anak, pusat pembelajaran keluarga (PUSPAGA) hingga di tingkat RT berbasis masyarakat dengan melibatkan para tokoh agama, adat dan masyarakat, sejalan dengan program unggulan Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (Pro Bebaya) yang menekankan akan terbangunnya rasa kepedulian, Prakarsa dan partisipasi untuk mencegah adanya perkawinan usia anak juga melalui jalur pendidikan, bidang kesehatan, penguatan ekonomi rakyat serta penegakan hukum,” tutupnya. (Diskominfo Samarinda)