AdvertorialPemkab Kukar

Makna Sakralnya Prosesi Ngulur Naga dan Belimbur

Kutai Kartanegara – Prosesi Ngulur Naga dan Belimbur menjadi puncak kemeriahan Erau Adat Pelas Benua Tahun 2022 yang dipusatkan di halaman Keraton Museum Mulawarman, Tenggarong, Minggu ( 2/10).

Prosesi itu merupakan salah satu ritual sakral dalam upacara Adat Erau.

Pada ritual ini, rombongan utusan Keraton Kutai Kartanegara Ing Martadipura akan mengarak sepasang replika naga untuk dilepaskan di Kutai Lama (Kecamatan Anggana) tempat asal muasal legenda sang naga tersebut.

Belimbur tak hanya berlangsung di sekitar Museum Mulawarman tetapi juga terjadi di setiap sudut kota Tenggarong.

Di jalan-jalan kota yang berjuluk Kota Raja tersebut, Masyarakat saling menyiram air untuk membersihkan diri. Ada syarat dalam kegiatan adat ini yakni masyarakat yang disiram tidak diperkenankan untuk marah dan semuanya harus basah dan riang gembira yang diartikan dalam Belimbur adalah pembersihan diri.

Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah mengatakan bahwa Prosesi Ngulur Naga dan Belimbur menjadi penanda puncak Erau Adat Pelas Benua Kabupaten Kukar tahun 2022.Prosesi Mengulur Naga dengan mengarak replika Naga Laki dan Naga Bini dari Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura di Kecamatan Tenggarong menuju ke Desa Kutai Lama, tubuh dari replika Naga Laki dan Naga Bini dilarung ke Sungai Mahakam di Kutai Lama, sementara kepala dan ekor replika naga akan disemayamkan kembali di Keraton Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.

Edi mengatakan bahwa Belimbur merupakan proses upacara adat yang dilakukan untuk menyucikan diri Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura dari pengaruh jahat yang prosesinya diawali oleh Sultan dengan memerciki tubuhnya menggunakan Air Tuli (air suci dari perairan Kutai Lama) dengan Mayang Pinang, serta memerciki Air Tuli ke empat penjuru mata angin yang dilanjutkan dengan memercikkan air dengan tangannya kepada para kerabat serta orang-orang yang terdekat dengannya. Ritual ini dilakukan pula secara bersama-sama oleh seluruh rakyat Kukar dan para pengunjung untuk mendapatkan penyucian diri dan perlindungan diri dari unsur-unsur jahat, baik yang berwujud maupun tak berwujud.

Makna sakral dari puncak pelaksanaan Erau ini ialah agar Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura dan orang-orang di sekitarnya, serta rakyat Kutai Kartanegara secara umum mendapatkan keberkahan, keselamatan, dan terhindar dari malapetaka.

Hal ini dapat pula bermakna upaya Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura untuk menegakkan kebenaran, baik yang tersurat maupun tersirat, memiliki ikatan dengan kekuatan magis yang dipercayai dalam adat istiadat yang berkembang di wilayah Kukar serta memberi isyarat penerimaan pada pancaran kekuatan spiritual bagi siapapun yang mengikuti prosesi ritual adat Erau.

Edi juga mengatakan bahwa Erau sebagai festival rakyat membuktikan kekayaan dan keragaman budaya yang dimiliki masyarakat Kutai Kartanegara secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum. Erau ini merepresentasikan identitas bangsa Indonesia melalui kearifan lokal masyarakat Kukar serta bagaimana antusiasme masyarakat dalam merawat nilai-nilai adiluhung dari tradisi dan budaya yang dimilikinya.

Erau, bagi Pemkab Kukar merupakan ruang terbuka yang tersedia bagi masyarakat Kukar dalam menampilkan jati diri serta mengaktualisasikan seni dan budayanya guna meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kukar terutama agar perekonomian masyarakat Kukar dapat kembali bergerak setelah melalui masa-masa sulit Pandemi Covid-19.

“Erau ini juga menjadi potensi penggerak peningkatan pariwisata di wilayah Kaltim serta akan menjadi citra eksklusif yang membanggakan bagi masyarakat Kaltim ketika berdirinya ibukota negara (IKN) Nusantara di wilayah Kaltim di masa yang akan dating,” ujarnya.

Edi mengutip salah satu pasal dalam Undang-Undang Panji Slaten Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura yang menyebutkan bahwa “Siapa-siapa yang ada di Tanah Kutai dan teluk rantaunya, meminum air dan diam berusaha dalam daerahnya, tiada menjunjung akannya atau hukum ini akan dihukum oleh Tanah Kutai serta adatnya”.

Guna menjaga kesakralan adat Erau yang secara esensial merupakan ritual untuk memelas (tepong tawar) tanah, hutan, dan air agar rakyat mendapat kemakmuran dan kesejahteraan maka seyogianya setiap orang menjaga sikap kepatutan dalam prosesi ritual adat Mengulur Naga dan Belimbur ini.

Edi meminta kepada masyarakat untuk tetap menjaga dan junjung tinggi marwah adat Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan menjaga etika serta kaidah bersikap secara normatif dalam upacara Erau Pelas Benua tahun 2022 ini sehingga Erau dapat dilaksanakan dengan lancar, aman, dan tertib. (Kar)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button