
Bujurnews, Samarinda – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda terus menunjukkan komitmennya dalam mewujudkan lingkungan yang aman, nyaman, dan ramah bagi anak-anak. Melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA), Pemkot Samarinda menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Kota Layak Anak (KLA) 2025 di Ruang Rapat Mangkupelas, Balai Kota Samarinda, Kamis (27/2/2025). Rakor ini bertujuan untuk menyusun strategi dan memperkuat koordinasi lintas sektor guna mencapai predikat KLA kategori Utama, setelah sebelumnya berada di kategori Nindya.
Komitmen ini sejalan dengan amanat Pasal 72 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2024, yang menegaskan empat aspek utama dalam pembangunan berbasis perlindungan anak, yakni hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dan kesejahteraan dasar, serta pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya.
Berdasarkan laporan evaluasi mandiri KLA 2024, Kota Samarinda mencatat skor 928,3 poin, sementara hasil verifikasi administrasi dari Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKPPPA) Kaltim menunjukkan nilai 846,37. Saat ini, tahap akhir penilaian sedang menunggu proses verifikasi lapangan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Kepala DP2PA Kota Samarinda, Dr. Ibnu Araby, menegaskan bahwa pencapaian kategori Utama memerlukan sinergi yang kuat antara berbagai pemangku kepentingan. Empat pilar utama KLA, yaitu pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan, sektor bisnis, dan media massa, harus bekerja sama secara optimal untuk memastikan hak-hak anak terpenuhi.
“Kami terus berupaya meningkatkan kesiapan dalam proses verifikasi lapangan. Berbagai pihak telah dilibatkan, mulai dari organisasi perangkat daerah, kecamatan, kelurahan, hingga lembaga-lembaga yang berfokus pada perlindungan anak,” ujar Ibnu.
Untuk memperkuat Kota Layak Anak (KLA) di Samarinda, pemerintah telah merancang dan mengimplementasikan berbagai program unggulan yang bertujuan menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan mendukung perkembangan anak. Salah satu program utama adalah Sekolah Ramah Anak, yang memastikan institusi pendidikan memberikan perlindungan, kenyamanan, serta akses yang setara bagi semua anak tanpa diskriminasi. Selain itu, terdapat Rumah Ibadah Ramah Anak, yang dirancang agar tempat ibadah menjadi ruang yang aman dan edukatif bagi anak-anak, di mana mereka dapat belajar nilai-nilai moral serta spiritual tanpa merasa terintimidasi atau mengalami kekerasan. Untuk mendukung minat baca dan meningkatkan akses anak terhadap literasi, pemerintah juga membangun Pos Perpustakaan Anak, sebuah fasilitas yang memberikan bahan bacaan dan ruang belajar yang nyaman bagi anak-anak dari berbagai latar belakang. Tak hanya itu, sebagai bentuk perlindungan bagi anak-anak yang mengalami kekerasan atau perlakuan tidak layak, didirikan pula Lembaga Perlindungan Khusus Ramah Anak, yang berfungsi sebagai tempat pendampingan dan rehabilitasi bagi anak-anak korban kekerasan maupun eksploitasi.
Di sisi lain, kasus kekerasan terhadap anak di Samarinda menunjukkan tren yang memprihatinkan. Data dari DP2PA Kota Samarinda mencatat bahwa sepanjang tahun 2024, terdapat 150 kasus kekerasan terhadap anak, dengan kekerasan seksual mendominasi. Dari jumlah tersebut, 84 kasus menimpa anak perempuan, sementara 6 kasus terjadi pada anak laki-laki. Selain itu, terdapat 57 kasus kekerasan fisik terhadap perempuan dewasa, diikuti oleh 18 kasus pada anak perempuan, dan 19 kasus pada anak laki-laki. Kekerasan psikis juga tercatat cukup tinggi, dengan 48 kasus menimpa perempuan dewasa, 23 kasus pada anak perempuan, dan 20 kasus pada anak laki-laki.
Sementara itu, data dari Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan bahwa pada periode Januari-Juni 2022, terdapat 464 korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltim, dengan 221 korban berasal dari Kota Samarinda.
Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah menitikberatkan pada penguatan sistem perlindungan dan pencegahan berbasis komunitas.
Salah satu langkah konkret adalah memperkuat Gugus Tugas Kota Layak Anak, yang bertugas membangun sinergi antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, tokoh masyarakat, serta organisasi masyarakat sipil. Gugus tugas ini menjadi elemen kunci dalam memastikan implementasi kebijakan yang berorientasi pada pemenuhan hak anak.
“Untuk mencapai kategori Utama, sosialisasi yang efektif sangat diperlukan agar semua pihak memahami konsep perlindungan anak. Selain itu, komitmen yang kuat dari pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil harus terus diperkuat,” tegas Ibnu.
Selain itu, alokasi anggaran yang memadai menjadi faktor krusial dalam memastikan program-program ini berjalan secara berkelanjutan. Pemerintah terus mendorong integrasi kebijakan perlindungan anak ke dalam berbagai sektor pembangunan daerah.
Pemkot Samarinda menegaskan bahwa Kota Layak Anak bukan sekadar predikat, tetapi merupakan wujud nyata dari komitmen bersama dalam menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak. Melalui sinergi kebijakan, program strategis, serta partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat, Samarinda optimistis dapat mencapai KLA kategori Utama pada tahun 2025. (ape/ja)