Petani di Sangatta Tuntut Ganti Rugi Lahan 15 Tahun Tak Dibayar, Pemkab Kutim Bentuk Tim Fasilitasi

Bujurnews, Sangatta – Puluhan warga dari perwakilan kelompok Karya Tani, Karya Insani dan kelompok tani Maminassae, menggelar aksi damai untuk menuntut pembayaran ganti rugi atas lahan yang mereka yang telah digunakan oleh pemerintah, namun belum dibayarkan selama hampir 15 tahun.
Puluhan perwakilan petani tersebut, mendatangi tiga instansi pemerintah, yaitu Dinas Pertanahan, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), hingga Kantor Bupati Kutai Timur (Kutim), pada Rabu (06/08/2025).
Sugianto Mustamar, sekalu penerima kuasai 3 kelompok tani, menjelaskan bahwa total lahan yang dipersoalkan mencapai belasan hektar. Lahan tersebut kini telah dibangun menjadi jalan oleh pemerintah, namun proses pembebasan dan pembayarannya belum tuntas.
“Tanah Kelompok Tani Maminassae di Kanal 3 itu seluas 1.700 X 45 meter, jadi sekitar 7 hektar lebih. Kemudian kelompok tani karya lahannya seluas 1.200 X 25 m. Sedangkan karya insani punya lahan sekitar 2.460 m,” ujarnya.
Menurutnya, sebagian lahan di Jalan Kenyamukan bahkan sempat dihibahkan oleh warga kepada pemerintah dengan lebar 7 meter, namun sisanya belum dibayar.
“Hibahnya diterima, tetapi untuk 25 meter sisanya itu yang kami minta penyelesaiannya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Sugianto menyebut masalah ini sempat mandek karena pada tahun 2011, Kepala Dinas Pertanahan dan PPTK terkait ditetapkan sebagai tersangka, sehingga proses pembayaran lahan terhenti.
“Kami tidak mau membawa ini ke Pengadilan, karena ini bukan ranah hukum, dan tidak ada tumpang tindih. Ini hanya soal administrasi dan tata kelola, pengelolaan keuangan daerah, itulah yang menjadi poin kami tekankan kepada pemerintah,” tegasnya.
Selain itu, Sugianto juga mengungkapkan bahwa pihaknya menolak rujukan kepada Permen ATR/BPN No.19 Tahun 2021, karena menilai
Peraturan tersebut tidak berlaku surut. Mereka berpegang pada Perpres No.65 Tahun 2006 sebagai dasar hukum pembangunan yang sudah berlangsung sejak tahun 2010.
“Kita tahu bahwa yang namanya hukum, aturan hukum itu tidak bisa berlaku surut atau nonreaktif. Tidak bisa aturan 2021 mau dibayar diselesaikan proyek tahun 2010,” tambahnya.
Meski demikian, ia mengapresiasi respon positif dari pemerintah yang mulai menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
“Jadi terserah pemerintah, mau dibayarkan satu kali atau dua kali di perubahan baru atau di APBD murni, tergantung mekanisme mereka. Itu bukan ranah kami, kami prinsipnya menunggu kapan dibayar saja,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Setkab Kutim,Trisno menyatakan kesiapannya menyelesaikan sengketa ini.
Dalam rapat koordinasi yang digelar usai aksi, Pemkab Kutim memutuskan untuk membentuk tim fasilitasi yang akan ditetapkan melalui Keputusan Bupati dalam waktu maksimal 3 hari.
“Kami minta masyarakat menyerahkan dokumen penguasaan lahan paling lambat 14 hari ke Dinas Pertanahan,”
ujar Trisno.
Setelah dokumen diterima dan dinyatakan lengkap, ia menyebut tim akan melakukan proses identifikasi, inventarisasi subjek dan objek, serta pengukuran di lapangan dalam waktu maksimal 14 hari.
“Laporan hasil kajian dan arahan Bupati nantinya akan menjadi dasar rapat fasilitasi lanjutan, untuk mengambil keputusan final terkait penyelesaian ganti rugi,” ungkapnya.
Dengan dibentuknya tim fasilitas dan keterlibatan langsung pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan ini, para petani berharap proses administrasi dapat segera dituntaskan.
(Irma)