HeadlineKaltim

Di Tengah Efisiensi Anggaran, Tunjangan ASN Kaltim Capai Rp 99 Juta per Bulan

Bujurnews, Samarinda – Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) terkait besaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi aparatur sipil negara (ASN) menjadi sorotan publik. Pasalnya, di tengah kebijakan efisiensi dan pemangkasan anggaran, sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Kaltim diketahui menerima TPP dengan nominal yang tergolong sangat tinggi.

Berdasarkan Keputusan Gubernur Kaltim Nomor 100.3.3.1/K.731/2023, Sekretaris Daerah (Sekda) Kaltim tercatat sebagai penerima TPP tertinggi, yakni sebesar Rp 99 juta per bulan. Di bawahnya, asisten gubernur menerima Rp 69,3 juta, dan inspektur daerah memperoleh Rp 69,4 juta per bulan.
Selain itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) masing-masing mendapatkan Rp 62,9 juta.

Adapun besaran TPP bagi pejabat lain antara lain:
• Sekretaris DPRD: Rp 48 juta
• Kepala dinas/badan: Rp 48 juta
• Direktur RSUD kelas A: Rp 46,5 juta
• Staf ahli gubernur: Rp 45 juta
• Kepala Satpol PP: Rp 42 juta
• Kepala biro: Rp 40,5 juta–Rp 44,55 juta
• Direktur RS kelas B dan RS khusus kelas A: Rp 36 juta
• Wakil direktur RSUD kelas A: Rp 36 juta
• Pejabat fungsional utama: Rp 27 juta–Rp 29,7 juta

Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Saipul Bahtiar menilai kebijakan tersebut perlu dijelaskan secara terbuka oleh Pemprov Kaltim agar publik memahami dasar penetapan nominalnya.

“Mestinya sebelum menetapkan angka-angka yang, kalau kita lihat cukup fantastis itu, gubernur perlu menjelaskan kepada publik. Karena kalau dibandingkan dengan tunjangan ASN di daerah lain, ini termasuk besar,” ujar Saipuldikutip dari Kompas.com, Jumat (10/10/2025).

Menurutnya, keputusan gubernur tersebut kemungkinan dibuat pada saat kondisi keuangan daerah masih longgar, terutama setelah Kaltim memperoleh alokasi dana karbon dalam jumlah besar. Namun, kini kondisi fiskal daerah telah berubah signifikan.

Saipul menegaskan, kebijakan TPP seharusnya bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Terlebih, dana transfer dari pemerintah pusat ke Kaltim tahun 2026 dipastikan turun drastis, dari Rp 7 triliun menjadi hanya Rp 2,49 triliun.

“Kalau APBD turun, mestinya tunjangan juga ikut turun. Begitu pula sebaliknya. Jangan sampai ketika kondisi keuangan daerah sedang ketat, tunjangannya tetap tinggi,” tegasnya.

Ia juga menyoroti kesenjangan antara pejabat tinggi dan ASN pelaksana, yang dinilai terlalu besar dan berpotensi menimbulkan ketimpangan di internal birokrasi.

“Misalnya seorang sekda bisa menerima Rp 99 juta, sementara ASN lain mungkin hanya mendapatkan tambahan yang tidak terlalu signifikan. Itu perlu dikaji dari sisi keadilan dan proporsionalitas,” katanya.

Lebih lanjut, Saipul mendorong Pemprov Kaltim melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan TPP, agar prinsip efisiensi anggaran juga tercermin dalam belanja pegawai.

“Jangan sampai masyarakat diminta berhemat, sementara belanja pegawai masih jor-joran. Pemerintah yang baik harus mengutamakan anggaran untuk program rakyat dulu, baru kalau ada ruang fiskal longgar bisa dialokasikan untuk pegawai,” tuturnya.

Kebijakan TPP ini menjadi perhatian publik seiring dengan upaya Pemprov Kaltim melakukan penyesuaian terhadap anjloknya dana transfer pusat pada 2026, yang memaksa pemerintah daerah menyiapkan langkah efisiensi besar-besaran di berbagai sektor.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button