Bujurnews, Kutai Timur – Dua orang pria yang mengaku sebagai anggota Kepolisian melakukan penganiayayaan terhadap pria berinisial NS (34), yang merupakan seorang guru di salah satu sekolah dasar Kabupaten Kutai Timur.
Kuasa hukum keluarga NS, Khoirul Arifin, mengatakan pihaknya mendorong pihak polri khususnya Polres Kutim, untuk menindaklanjuti laporan pengaduan mereka terkait dugaan pengeroyokan dan penganiayaan terhadap NS.
“Jadi kami tadi mendorong pihak polri khususnya Polres Kutim untuk menindaklanjuti laporan pangaduan kami, terkait dugaan pengeroyokan dan penganiyaan terhadap korban berinisial NS, pada hari Jumat 6 September 2024 sekitar jam 06.45,” ucap Khoirul saat ditemui di Polres Kutai Timur, Kamis (12/9/2024).
Khoirul menegaskan, bahwa pihaknya telah mengkonfirmasi kepada pihak kepolisian memastikan bahwa kedua pelaku tidak memiliki status sebagai anggota kepolisian.
“Bukan Polisi, kami sudah konfirmasi bukan polisi. Mengaku sebagai polisi,” tegasnya.
Khoirul mengungkapkan bahwa NS didatangi dua orang yang mengaku sebagai polisi di rumahnya. Tanpa permisi, dua orang tersebut langsung masuk dan menyeret NS keluar rumah. Korban kemudian dibawa ke mobil dan dianiaya di dalam kendaraan.
“Nah di mana NS ini pada saat dia mau berangkat ke sekolah, karena dia sebagai guru di salah sekolah dasar mau berangkat kerja. Tiba-tiba ada dua orang yang mengaku sebagai oknum polisi tiba-tiba di depan rumah ngetok-ngetok pintu, begitu dibuka mereka langsung masuk enggak ada permisi enggak ada apa-apa langsung masuk, kemudian NS posisinya di dalam kamar didobrak, dia didorong ditekan naik keranjang ditarik langsung dan mereka ngomong “saya polisi ikut ke kantor polisi kooperatif”,” jelasnya.
“Nah begitu NS langsung diseret keluar dibawa ke mobil waktu bawa mobil diludah-ludahin, terus di dalam mobil itu juga dicekek, dipeteng, dipukulin sama orang yang diduga berinisial MA dan rekannya, yang mengaku polisi didengar oleh beberapa saksi. Kebetulan tetangga disitu dan masyarakat yang lain juga banyak,” tambahnya.
Khoirul juga mengungkapkan bahwa, NS mengalami luka memar dan benjol di beberapa bagian tubuh akibat penganiayaan tersebut. Para pelaku membawa korban ke unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kutim, dengan tuduhan melakukan pencabulan terhadap anak tiri MA.
“NS dipukulin, Sehingga terdapat luka memar dan benjol-benjol di beberapa area tubuh korban. Pelaku yang ngaku sebagai polisi langsung membawa korban ke ruang unit PPA, NS dituduh melakukan pencabulan terhadap anak tiri MA,” ungkapnya.
Ibu mertua NS yang mengetahui anaknya dibawa ke polisi sempat mencari ke Polres Kutai Timur namun tidak menemukannya. Setelah beberapa lama, baru diketahui bahwa NS berada di Unit PPA.
“Jadi Kemudian NS ini langsung diperiksa semua tidak boleh pulang, padahal saya waktu itu dikasih tahu ibunya ini kan enggak tahu kalau korban diamankan dimana. Ibunya ke sini (Polres) enggak ada yang ngamanin akhirnya polisi menelpon ini semua Polsek segala macam, oh ternyata di unit PPA yang amankan,” ujarnya.
Khoirul juga mengungkapkan tuduhan pencabulan yang dilaporkan oleh MA, kemungkinan dilatarbelakangi oleh rasa jengkel. Pasalnya, anak tersebut kerap mencurahkan masalah pribadi keluarganya kepada NS. Korban juga pernah menjadi sasaran tuduhan tanpa bukti yang kuat dari pelaku.
“Ibu korban setelah mengkonfirmasi dengan NS, bahwa anaknya mendapatkan tuduhan pencabulan. Karena mungkin pelaku atau orang tua tiri tersebut jengkel jika anak tirinya sering curhat kepada NS, atas masalah dan aib keluarganya. Sehingga membuat MA marah dan beberapa kali juga melakukan tuduhan ke NS, salah satunya sekitar bulan juli NS dituduh membawa lari anak tirinya karena beberapa hari tidak pulang, dan dicari- cari keluarga padahal saat itu NS berada di jogja dengan istrinya sedang liburan hari raya, dan beberapa tuduhan lainnya yang kerap tidak terbukti,” ungkapnya.
Khoirul berharap, agar pihak kepolisian harus bersikap profesional dalam menangani perkara ini, polisi harus menyelidiki kasus ini secara menyeluruh dan objektif. Ia meminta agar polisi jangan sampai membenarkan orang main hakim sendiri dan mengedepankan asas praduga tak bersalah.
“Sehingga kasus tuduhan pencabulan ini juga perlu dibuktikan jangan main hakim sendiri, polri juga harus bersikap profesional dalam menangani perkara ini. Jangan sampai polisi ikut-ikutan membenarkan orang main hakim sendiri, ada namanya asas praduga tak bersalah,” tegasnya.
Khoirul mengatakan, dirinya mendapat informasi dari guru-guru dan teman-teman korban menunjukkan bahwa murid perempuan yang menuduh NS pernah terlibat beberapa kasus di sekolah sebelumnya dan anak tersebut diketahui memiliki beberapa pacar.
“Karena ada beberapa informasi baik dari korban maupun guru- guru dan teman bahwa NS, anak tersebut juga diketahui memiliki beberapa pacar. Ada juga satu peristiwa info dari salah satu guru yang sempet diperiksa polisi. Bahwa ada momen dimana ada 3 guru SA, IN dan NS diruangan yang dituduhkan sebagai TKP pencabulan kegiatan eskul, lalu 2 guru yg bernama SA dan IN pergi cari makan dan saat itu LA mengaku dicabuli oleh NS, namun keterangan murid perempuan tersebut dibantah oleh guru IN saat diperiksa polisi bahwa momen itu tidak pernah terjadi,” terangnya.
Untuk diketahui, murid perempuan tersebut merupakan merupakan murid dari NS, yang sebelumnya pernah terlibat kasus serupa di sekolah sebelumnya. Kasus tersebut bahkan sempat ditangani oleh salah satu Lembaga Perlindungan Anak, di mana hasil pemeriksaan psikolog menunjukkan bahwa anak tersebut cenderung memberikan pernyataan palsu dan memiliki kecenderungan berbohong.
“Anak dari MA merupakan murid dari NS, kelas 6 yang sebelumnya murid perempuan ini pernah juga berkasus dari sekolah sebelumnya, sampai ditangani salah satu lembaga perlindungan anak dan dinyatakan oleh psikolog bahwa si murid perempuan tersbut dianggap cenderung banyak memberi pernyataan palsu. Ia cenderung suka berbohong,” ujarnya.
Atas kejadian ini, pihak keluarga telah melaporkan kasus dugaan penganiayaan tersebut ke Polres Kutim.
“Ibunya ini kan keberatan karena dia dipukulin juga. Nah akhirnya Ibu ini buat laporan pengaduan ini,” tambahnya.
Sementara itu Kasat Reskrim Polres Kutim, AKP Dimitri Mahendra dan Kanit PPA, belum memberikan jawaban pasti terkait hal itu. “Saya cek dulu bang,” ujar Dimitri saat dihubungi oleh awak media.
Hingga berita ini ditayangkan, wartawan masih melakukan upaya konfirmasi kepada pihak terkait kejadian, namun masih belum membuahkan hasil. Adapun Kanit PPA Afdal mengaku akan memberikan keterangannya sepulangnya dari luar kota.
“Berkenan hari Senin bang? Kami masih menemui keluarga di Balikpapan dari Sulawesi,” ucap Afdal kepada Redaksi Bujurnews.(adl/ja/ape)