Viral Fenomena Efek Penjual Es Teh, Perspektif Ustaz Felix Siauw

Bujurnews – Fenomena yang disebut sebagai “Efek Penjual Es Teh” menjadi perbincangan hangat di media sosial setelah kabar tentang Sunhaji, penjual es teh yang menerima rezeki nomplok usai diolok-olok oleh Gus Miftah, viral. Peristiwa ini memicu diskusi lebih luas tentang etika, mentalitas, dan dampaknya pada pedagang yang kini ramai mendatangi pengajian tokoh-tokoh agama seperti Gus Iqdam.
Netizen mulai membandingkan situasi di berbagai pengajian, terutama yang menghadirkan figur publik dengan kebiasaan memborong dagangan pedagang kecil. Salah satu komentar viral muncul dari akun @abouthetic, yang menyebut, “Efek penjual es teh. Pedagang serbu pengajian Gus Iqdam? Benar kata Ustaz Felix Siauw.” Postingan tersebut telah ditonton lebih dari sejuta kali dan memicu ribuan komentar yang beragam.
Diskusi ini juga menyeret kembali ucapan Ustaz Felix Siauw dalam podcast Deddy Corbuzier pada Desember 2024. Dalam kesempatan tersebut, Felix menyoroti penggunaan bahasa yang tidak etis, seperti kata-kata kasar, di forum terbuka. “Etika itu soal hati. Ketika banyak orang merasa tersinggung, berarti ada yang bermasalah,” ungkap Felix dalam diskusi tersebut.
Selain menyoroti soal etika berbahasa, Felix juga membahas fenomena “mentalitas dikasihani” yang muncul dari kebiasaan memborong dagangan pedagang kecil dalam forum pengajian. Menurutnya, niat baik harus didukung dengan pendekatan yang tidak merendahkan martabat penerima bantuan. “Membantu itu baik, tapi jangan sampai melahirkan mentalitas bergantung atau dikasihani,” tambahnya.
Sementara itu, fenomena bertambahnya pedagang yang menghadiri pengajian tokoh-tokoh agama juga memunculkan diskusi tentang keikhlasan dan motif ekonomi di balik kehadiran mereka. Netizen terpecah antara memandang ini sebagai bentuk rezeki bagi para pedagang atau sebagai dampak dari pola pikir ketergantungan pada belas kasihan.
Fenomena ini mencerminkan hubungan yang kompleks antara budaya kedermawanan, pengaruh tokoh publik, dan perubahan perilaku masyarakat. Diskusi yang berkembang juga menjadi pengingat bahwa niat baik perlu dikemas dengan pendekatan yang tepat, sehingga tidak hanya memberi manfaat material, tetapi juga menjaga martabat penerima bantuan. (ape)