Bujurnews – Presiden Rusia, Vladimir Putin, telah memenangkan pemilu Rusia dengan telak, memperpanjang kekuasaannya selama enam tahun ke depan. Hasil pemilihan yang berakhir pada Minggu (17/3) tersebut menghadirkan beragam reaksi dari masyarakat dan dunia internasional.
Pemilu yang berlangsung selama tiga hari sejak Jumat (15/3) dilakukan dengan penjagaan ketat dan tidak memberikan ruang bagi kritik publik terhadap Putin atau tindakan militer Rusia di Ukraina. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat di Rusia.
Alexey Navalny, musuh politik Putin yang paling vokal, meninggal dunia di penjara bulan lalu, meninggalkan suasana politik yang semakin tertutup bagi para kritikus rezim. Para pengkritik lainnya dipenjara atau hidup dalam pengasingan, menimbulkan keraguan akan keberlangsungan demokrasi di Rusia.
Teman-teman Navalny telah mendesak para pendukungnya untuk melakukan protes dengan gerakan ‘noon against Putin’ atau memberikan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Minggu sore sebagai bentuk protes terhadap kepemimpinan Putin dan tindakan militer di Ukraina. Strategi ini, yang didukung oleh Navalny sebelum kematiannya, mencerminkan semangat perlawanan terhadap otoritarianisme yang semakin merajalela di Rusia.
Meskipun banyak protes terjadi, baik di dalam maupun luar Rusia, Putin tetap berhasil meraih suara sebanyak 87,8% atas tiga pesaingnya. Pendukungnya menyatakan kepuasan mereka terhadap status quo politik saat ini. Dmitry Sergienko, salah satu pendukung Putin di Moskow, menyatakan kegembiraannya atas hasil pemilihan dan harapannya agar segala hal tetap berlanjut seperti yang sekarang.
Namun, tidak semua pihak sepakat dengan hasil ini. Banyak yang merasa prihatin akan terus berlanjutnya kekuasaan Putin dan kurangnya ruang bagi oposisi untuk bersuara. Kontroversi terus melingkupi pemilihan ini, sementara dunia menunggu perkembangan lebih lanjut dari politik Rusia dan dampaknya terhadap situasi global. (*)
