KotaOpini

Netralitas Tanpa Batas

Oleh : Rezky Arisandi

PROFESIONALISME jurnalis, terbagi dalam dua kata: profesionalisme dan jurnalis. Profesionalisme, secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata profesionalisme adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.

Jurnalis disebut juga juru warta atau wartawan, secara bahasa dalam KBBI menyebutkan, ialah orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat dalam surat kabar, majalah, radio, dan televisi.

Berangkat dari hal di atas maka, profesionalisme jurnalis, dapat pula dikatakan sebagai panduan tata cara seseorang dalam bekerja berdasarkan kaedah standar jurnalistik, standar kompetensi, dan kode etik jurnalistik yang diatur oleh Dewan Pers.

Untuk itu, di sini saya sebagai penulis coba menyajiakan pandangannya terkait profesionalisme jurnalis lewat penggambaran yang seharusnya terjadi di keseharian dalam menjalankan kegiatan jurnalistik.

Netralitas tanpa batas, prinsip itulah yang seharusnya dipegang teguh oleh seorang pewarta dalam membuat sebuah berita. Ketidakberpihakan itu semestinya sudah menjadi satu kesatuan dalam pola berpikir bagi seorang pewarta ketika sedang melakukan pengamatan situasi dan kondisi dari konflik yang terjadi di lapangan. Terlebih ketika saat kita hendak memberitakan suatu kasus pertikaian yang kejadiannya melibatkan antara dua belah pihak di dalamnya, para pewarta dituntut harus dapat bersikap secara profesional.

Bersikap tanpa memihak dengan mengambil informasi satu-persatu dari masing-masing sudut pandang pihak yang terlibat pertikaian. Hal tersebut sudahlah jelas memaksa kita sebagai pewarta untuk bisa bersikap netral.

Dengan menangkap keutuhan rangkaian dari peristiwa yang terjadi, guna mengolah informasi menjadi suatu berita yang tidak memihak serta memberatkan salah satu di antaranya, artinya harus berimbang dari dua arah. Tidak boleh membuat berita dengan hanya mengambil sudut pandang dari satu sisi saja. Harus melihat dari kedua belah sisi, baik dari sisi pihak korban ataupun dari sisi pihak sang pelaku.

Netralitas tanpa batas ini juga dapat dimaknai sebagai bentuk kesetaraan dalam memberikan kesempatan yang sama kepada setiap narasumber. Baik itu korban, pelaku ataupun saksi, guna memberikan keterangan secara utuh kepada diri kita sebagai wartawan.

Hal itu dilakukan agar berita yang nantinya dibuat menjadi jelas dan padat, sehingga membuat para pembaca tidak merasa kebingungan dangan menebak-nebak alur cerita sebenarnya.

Contoh kasus yang pernah saya alami dalam membuat suatu berita dengan dugaan malpraktek yang terjadi di Kota Samarinda. Informasi awal saya dapatkan dari salah satu kerabat terdekat, dirinya menceritakan bahwa terdapat kejanggalan atas tindakan penanganan medis yang dilakukan oleh salah satu pihak rumah sakit ternama di Kota Samarinda terhadap pihaknya sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa saudara sepupunya.

Dirinya menceritakan bahwa saudara sepupunya tersebut kehilangan nyawanya setelah 11 jam menjalani operasi dengan tanpa adanya kejelasan dan penjelasan terlebih dahulu terhadap dirinya selaku pihak keluarga yang mendampingi. Serta ia pun menceritakan jika dignosa awal dari dokter rumah sakit pertama berbeda dengan hasil Lab PA rumah sakit rujukannya. Padahal akibat hal tersebut si pasien telah mendapatkan tindakan medis yang cukup ekstrim.

Berangkat dari informasi tersebut, maka saya telah menyampaikannya kepada pimpinan redaksi media Bujurnews.com (media tempat saya benaung). Dengan itu, maka pemred pun menugaskan saya untuk mencari fakta serta menggali kebenaran sumber awal informasi yang diterima.

Untuk itu maka terbitlah tulisan awal yang saya buat dalam media Bujurnews.com dengan judul berita : Keluarga Kecewa Tak Dapat Edukasi, Pasien Meninggal Dunia Pasca Jalani Operasi

Sempat terbawa suasana, maka terbitlah kembali tulisan berita kedua saya dengan judul : Setelah Jalani Operasi 11 Jam, Pihak Keluarga Tidak Tahu Operasi Apa Yang dilakukan

Serta diiringi oleh terbitnya berita ketiga, dengan judul : Diagnosa Dokter Berbeda dengan Hasil Pemeriksaan Uji Laboratorium Patologi Anatomi

Merasa tak ingin dianggap berpihak, untuk itu saya lakukan janji pertemuan dengan pihak rumah sakit terkait guna mengonfirmasi perihal permasalahan yang terjadi. Akan tetapi dua dari rumah sakit mentereng yang ada di Kota Samarinda tersebut hanya satu pihak saja yang bersedia untuk saya temui guna mengonfirmasi persoalan tersebut.

Maka terbitlah berita keempat saya dengan judul : Diagnosa Tumor Ganas RS Ini Berbanding Terbalik dengan Uji Lab PA RSUD Rujukannya, Pasien Meninggal Pasca Operasi 

Sekedar informasi tambahan, bahwa sampai dengan beberapa waktu ke depan setelah berita kedua saya dimuat, terdapat salah satu pihak rumah sakit yang acuh serta terkesan menutupi kejadian tersebut dengan tidak adanya penjelasan lebih lanjut dari pihaknya pada saat saya coba temui di beberapa kali kesempatan. Untuk itu, atas perkembangannya maka saya putuskan untuk menulis berita keempat dengan hanya memuat penjelasan klarifikasi atas kejadian yang menjadi persoalan tersebut.

*

Nah, hal di atas ialah sepenggal ilustrasi dari gambaran profesionalisme jurnalis melalui sikap netralitas dari seorang pewarta dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Walaupun terdapat hubungan kerabat dekat terhadap salah satu pihak yang menjadi narasumbernya, akan tetapi dirinya masih bisa menahan diri untuk tidak terlibat ke dalam konflik dengan berpandangan se-objektif mungkin saat menjalankan tugas jurnalistik.

Selain itu, hal tersebut juga dapat menjadi angin segar yang membawa dampak positif bagi masyarakat selaku pembaca dengan dapat mencerna berita secara baik dan benar. Karena dimuat secara berimbang dengan menyajikan sumber informatif di dalamnya. (*)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button