Bujurnews, Kutai Timur – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutai Timur menyita uang sebesar Rp1,2 miliar terkait kasus korupsi proyek pembangunan kolam renang Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) Kandolo, Kecamatan Teluk Pandan. Penyitaan ini diumumkan dalam konferensi pers, di Aula Kejari Kutim pada Selasa (24/09/2024).
Kasus korupsi proyek ini telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp2,19 miliar dari total anggaran Rp2,47 miliar, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP). Proyek tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat konstruksi dan tidak bernilai guna.
Tiga tersangka telah ditahan sejak 18 Juli 2024, yaitu MR selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), DL sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan J sebagai pelaksana pekerjaan. Mereka adalah pejabat dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDes) Kabupaten Kutai Timur, yang terlibat dalam proyek pada tahun anggaran 2021.
Kepala Kejari Kutim, Reopan Saragih menjelaskan, uang hasil penyitaan sebesar Rp1,2 miliar dari tersangka J, selaku pelaksana pekerjaan, akan dititipkan di rekening Kejari Kutim di Bank Mandiri.
“Uang ini akan menjadi bagian dari pengembalian kerugian keuangan negara sebagaimana hasil audit BPKP,” jelas Reopan.
Lebih lanjut, proyek tersebut dikerjakan dengan kontrak senilai Rp2,46 miliar berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) nomor 23/5PK/APBD/DPMDes/XI/2021 tanggal 12 November 2021.
Namun, pekerjaan tersebut tidak selesai dan tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim ahli dari Politeknik Negeri Kupang.
Penyidik Kejari Kutim telah memeriksa 26 saksi dalam kasus ini, termasuk ahli konstruksi dari Politeknik Kupang, Inspektorat, Kepala Desa Kandolo, serta pejabat Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kutim.
Sementara itu, Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kutim, Mikael F Tambunan, bahwa saat ini baru uang senilai Rp1,2 miliar yang disita dari tersangka J, sebagai bentuk itikad baik dari tersangka.
“Uang tersebut akan disimpan di rekening titipan dan akan kami ajukan ke persidangan,” ujar Mikael.
Saat ditanya apakah pengembalian uang tersebut dapat meringankan hukuman, Reopan Saragih menyatakan bahwa hal itu mengacu pada prosedur standar di mana pengembalian penuh dapat menjadi pertimbangan meringankan dalam proses hukum.
Namun, ia menegaskan bahwa tersangka masih memiliki kewajiban mengembalikan sisa kerugian negara kurang lebih sebesar Rp900 juta.
“Upaya maksimal akan kami lakukan untuk menagih sisa kerugian tersebut,” tegas Reopan.
Sebagai informasi, kasus ini rencananya akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Samarinda.(adl/ja/ape)